-Fikih Fikih Ibadah

Beginilah Hukum Memegang Tongkat bagi Khatib Saat Khutbah Jum`at

Landasan Hukum Memegang Tongkat Ketika Berkhutbah

Memegang tongkat termasuk perkara yang dianjurkan bagi seorang khatib dalam khutbahnya, demikian dalam mazhab Imam As Syafi’I dan mazhab imam Malik dan imam Ahmad bin Hanbal.

Dalam kitab Al Umm jil. 1 hal. 272 Al Imam As Syafi’I berkata:

 أحب لكل من خطب – أيَّ خطبة كانت – أن يعتمد على شيء 

“Saya menganjurkan bagi yang menyampaikan khutbah dalam khutbah apapun agar memegang seuatu”. (Al Umm jil 1 hal. 272)

Kesunnahan memegang tongkat dalam khutbah adalah berdasarkan beberapa dalil, diantaranya hadits Al Hakam bin Haznin Al Kulafi:

فَأَقَمْنَا بِهَا أَيَّامًا شَهِدْنَا فِيهَا الْجُمُعَةَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَامَ مُتَوَكِّئًا عَلَى عَصًا، أَوْ قَوْسٍ، فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ

Kami menetap di Madinah beberapa hari menyaksikan pelaksanaan Jumat bersama Rasulullah saw. Beliau Saw berdiri pada hari Jumat bersandar dengan tongkat atau busur panah lalu memuji Allah dan menyanjungNya.[HR. Abu Daud no. 1096. Imam An Nawawi mengatakan bahwa hadits ini hukumnya adalah Hasan. (Al Majmuk 4/526)].

Juga hadits yang terdapat dalam Mushannaf Abdurrazzaq dan Sunan Al Baihaqi:

عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ قَالَ: قُلْتُ لِعَطَاءٍ: ” أَكَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُومُ إِذَا خَطَبَ عَلَى عَصًا؟ قَالَ: ” نَعَمْ، وَكَانَ يَعْتَمِدُ عَلَيْهَا اعْتِمَادًا ” (مصنف عبد الرزاق 3/183 حديث رقم: 5246 ، والسنن الكبرى للبيهقي 3/292 حديث رقم: 5752)

Dari Ibnu Juraij ia berkata: aku bertanya kepada Atha’: Adakah Rasulullah Saw. berdiri ketika menyampaikan khutbah dengan memegang tongkat? Atha’ menjawab: “Benar, beliau benar-benar bersandar pada tongkatnya”.

(HR. Abdur Razzaq dalam Mushannafnya jil. 3 hal. 183, no. 5246, dan Al Baihaqi dalam Sunannya jil. 3 hal. 292, no. 5752).

Dalam kitab Al Hawi al Kabir 2/440 Imam Al Mawardi mengatakan:

وإنما اخترنا له الاعتماد على شيء لرواية البراء بن عازب قال كان رسول الله – صلى الله عليه وسلم – إذا خطب العيد اعتمد على قوس أو عصا؛ لأن ذلك أمكن لروعه، وأهدأ لجوارحه، وأَمَدُّ لِصَوْتِهِ، فإن لم يفعل وَأَسْدَلَ يَدَيْهِ أو حَطَّهما تحت صدره جاز.

Kita memilih pendapat bersandaran dengan sesuatu berdasarkan riwayat Al Barra’ bin Azib ia berkata adalah Rasulullah Saw. jika menyampaikan khutbah Id beliau bersandar kepada busur atau tongkat, karena hal itu lebih menjamin terjaga dari perasaan ketakutan, lebih menjaga ketenangan anggota tubuhnya, lebih panjang nafas suaranya. Jika tidak ada tongkat maka boleh ia julurkan tangannya atau diletakkan di bawah dadanya.

Hikmah memegang tongkat ketika berkhutbah

Setelah pembahasan terdahulu nyata bagi kita bahwa memegang tongkat adalah Sunnah bagi khatib ketika menyampaikan khutbah, baik khutbah Jumat, Idul Fitri, Idul Adha, Istisqa’ dan lainnya. Diantara hikmahnya sebagaimana disebutkan dalam teks Al Hawi Al Kabir 2/440 adalah:

1. Khatib yang memegang tongkat akan lebih kuat dalam menghadapi kegemetaran terutama bagi mereka yang jarang berbicara di hadapan orang ramai

2. Khatib yang memegang tongkat anggota tubuhnya terutama tangan akan lebih tenang tidak banyak bergerak

3. Dengan kedua hal di atas maka khatib juga akan lebih menguasai nafasnya sehingga dapat menyampaikan khutbah dengan lebih khusyuk dan baik

4. Dalam Mughni Al Muhtaj 1/557 Al Khathib As Syarbaini menambahkan bahwa diantara hikmahnya juga sebagai isyarat bahwa agama ini tegaknya dengan pedang. Hal ini tidak berarti bahwa Islam cinta perang, namun bermakna bahwa agama ini tegaknya dengan banyak pengorbanan, banyak syuhada’ yang telah berjasa, dan bahwa umat Islam harus senantiasa kuat dan waspada dari berbagai ancaman luar serta senantiasa mempersiapkan fisik dan rohani yang kuat jika harus menghadapi peperangan.

Memegang tongkat, pedang atau busur hukumnya Sunnah, dengan demikian tidak ada dosa bagi khatib yang tidak memegangnya. Jika tersedia maka tongkat tersebut lebih baik dipergunakan dengan tangan kiri, dan tangan kanannya memegang pinggiran mimbar.

Jika Khatib Tidak Mendapatkan Tongkat

Adapun jika tongkat dan seumpamanya tidak tersedia hendaknya kedua tangannya didiamkan (tidak banyak digerakkan) dengan meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya atau kedua lengannya dijulurkan demikian saja.

Al Khatib As Syarbaini dalam Mughni Al Muhtaj 1/557 mengatakan:

(وَيَعْتَمِدُ) نَدْبًا (عَلَى سَيْفٍ أَوْ عَصًا وَنَحْوِهِ) كَقَوْسٍ لِخَبَرِ أَبِي دَاوُد بِإِسْنَادٍ حَسَنٍ «أَنَّهُ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – قَامَ فِي خُطْبَةِ الْجُمُعَةِ مُتَوَكِّئًا عَلَى قَوْسٍ أَوْ عَصًا» ، وَحِكْمَتُهُ الْإِشَارَةُ إلَى أَنَّ هَذَا الدِّينَ قَامَ بِالسِّلَاحِ، وَلِهَذَا يُسَنَّ أَنْ يَكُونَ ذَلِكَ فِي يَدِهِ الْيُسْرَى كَعَادَةِ مَنْ يُرِيدُ الْجِهَادَ بِهِ، وَيُشْغِلُ يَدَهُ الْيُمْنَى بِحَرْفِ الْمِنْبَرِ، فَإِنْ لَمْ يَجِدَ شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ سَكَّنَ يَدَيْهِ خَاشِعًا بِأَنْ يَجْعَلَ الْيُمْنَى عَلَى الْيُسْرَى أَوْ يُرْسِلَهُمَا.

(Khatib) dianjurkan (ketika berdiri) bersandar dengan pedang atau tongkat atau yang seumpamanya seperti busur (misalnya), hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dengan sanad Hasan: “Bahwa Rasulullah Saw. berdiri dalam khutbah Jumat dengan bersandar kepada busur atau tongkat”. Hikmahnya adalah sebagai isyarat bahwa agama ini tegaknya dengan senjata. Karena itu dianjurkan berada di tangan sebelah kiri seperti kebiasaan orang yang hendak berangkat jihad. Dan tangan kanannya hendaknya difungsikan untuk memegang tepian mimbar. Jika ia tidak mendapatkan pedang, tongkat, busur atau tepian mimbar hendaknya ia tenangkan kedua tangannya dengan menjadikan tangan kanannya di atas tangan kirinya atau dengan melepaskan kedua tangannya.

Mudah-mudahan kajian singkat ini dapat menjadi panduan dan perekat kesatuan umat dalam perihal memegang tongkat atau seumpamanya ketika khatib menyampaikan khutbah, bahwa hal ini adalah sunnah tidak perlu dibesar-besarkan sehingga meresahkan umat. Dan bagi yang ingin mendapatkan pahala lebih hendaknya mengamalkan sunnah Rasulullah Saw ini.

Wallahu A’lam

Comments

comments

Tentang Penulis

Dosen IAIN Langsa, Doktoral Fiqh Muqaran (Perbandingan Mazhab Fikih) di Universitas Al Azhar - Mesir, Mudir dan Ketua Yayasan Pesantren Dar Faqih Qurani - Aceh Timur, Dewan Fatwa Nasional Jami'ah Al Wasliyah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.