Assalamu’alaikumWr Wb
Mau tanya ust,…
Ada kawan kerja kantoran, setiap paginya dari rumah sblm berbedak berwudhu terlebih dahulu. Kebiasaan di kantor sempatin baca quran, karna kalau sudah di rumah seringnya udah sibuk dgn urusan rumah. Trus kadang kala wudhuk nya batal karna buang air kecil/buang angin. Dan dia nya tetap membaca quran walau pun dalam keadaan tdk berwudhuk.
Suatu hari dia lg baca quran ditegur dgn kawan, “itu baca quran sudah wudhuk blm? Haram hukumnya baca quran tidak berwudhuk”. Kemudian terjadi perdebatan kecil dgn kawannya. Menurut kawan ana, itu masalah kecil seharusnya yg diributin itu org yg gak baca quran, yg gak shalat, yg gak nutup aurat Kwanya terus bilang ” makanya baca fiqih yg betul, itu imam syafii yg bilang”.
Mau nanyak, Menurut ust bagaimana hukumnya ini, dalam kondisi org yg kerja dikantor mau baca quran, tapi wudhuknya sering batal karna sering buang angin/ bak. Sedangkan bagi nya agak repot utk bongkar pasang kembali jilbab utk bolak balek wuduk setiap wudhuk batal. Mohon pencerahannya ust Ana khawatir jg, takut salah.
(Umi Azzam-Langsa)
●●Jawaban:
Waalaikum Salam wr wb.
Pertanyaan yang sangat bagus Umi Azzam.
Membaca Al Quran adalah salah satu ibadah sunnah yang sangat agung di dalam Islam. Dalam banyak hadits Rasulullah Saw sangat menganjurkan membaca Al Quran diantaranya:
اقْرَؤُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لِأَصْحَابِهِ
“Bacalah Al Quran, karena ia akan datang pada hari kiamat memberi syafaat bagi orang yang membacanya”. (Hadits shahih riwayat imam Muslim). Juga hadits dari Ibnu Mas’ud bahwa Rasulullah Saw bersabda:
مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ، وَالحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا، لَا أَقُولُ الم حَرْفٌ، وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلَامٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ
“Siapa membaca satu huruf dari kitab Allah Swt baginya kebaikan, dan setiap kebaikan dilipatgandakan sepuluh. Aku tidak mengatakan Aliflammim satu huruf. Namun alif adalah satu huruf, Lam satu huruf dan Mim satu huruf”. (Hadits shahih riwayat imam At Tirmidzi).
● Hukum membaca Al Quran bagi yang berhadats kecil:
Hadats kecil adalah hadats yang mewajibkan wudhuk bagi seseorang yang hendak shalat. Diantara sebab hadats kecil adalah: buang air kecil atau besar, tidur tidak dalam kondisi duduk yang menutup lubang dubur, bersentuhan langsung kulit laki-laki dan juga perempuan yang bukan mahram dan keduanya sudah baligh, hilang akal, menyentuh qubul dan dubur dengan telapak tangan.
Membaca Al Quran bagi yang berhadats kecil adalah boleh berdasarkan ijma’ (kesepakatan) para ulama terlebih lagi dalam mazhab kita mazhab Imam As Syafi’i. Walaupun demikian membaca Al Quran dalam kondisi suci jauh lebih diutamakan. Namun juga bukan berarti makruh membaca Al Quran bagi yang tidak berwudhuk. Karena dalam hadits Shahih diriwayatkan bahwa Rasulullah Saw adakalanya membaca Al Quran dalam kondisi berhadats kecil.
Demikian disebutkan dalam beberapa rujukan mazhab Imam As Syafi’i seperti Al Majmu’ Syarh Al Muhadzab karya Imam An Nawawi (676 H) jilid 2 hal. 82, demikian pula dalam kitab Busyra Al Karim bi Syarhi Masa-il At Ta’lim hal. 119.
● Hukum membaca Al Quran bagi mereka yang berhadats besar dan wanita yang sedang haidh:
Hadats besar adalah hadats yang mewajibkan mandi janabah bagi seseorang yang hendak melaksanakan shalat. Sebab-sebab hadats besar banyak, diantaranya: berhubungan badan suami-isteri, bermimpi basah, keluar mani sengaja atau tidak dan lain-lain.
Mereka yang berhadats besar dan wanita yang sedang haidh tidak boleh membaca Al Quran baik satu ayat ataupun sebahagian dari ayat. Bagi mereka dibolehkan mengingat dan mengulang Al Quran dalam hati dan ingatan mereka tanpa boleh dilafazhkan dengan lisan, dan boleh pula bagi mereka melihat Al Quran tanpa menyentuhnya.
Hal ini berdasarkan hadits:
لَا يَقْرَأُ الْجُنُبُ وَلَا الْحَائِضُ شَيْئاً مِنَ الْقُرْآن
“Tidak boleh membaca Al Quran bagi yang berjanabah begitu pula wanita yang berhaidh”. (HR. At Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Abdullah bin Umar Ra).
Namun dibolehkan bagi mereka yang berhadats besar dan wanita yang berhaidh membaca ayat Al Quran dengan syarat diniatkan sebagai zikir dan doa tidak sebagai Al Quran, seperti membaca QS. Al Baqarah ayat 156:
إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
ketika ditimpa musibah , demikian pula membaca doa yang terdapat dalam Al Quran surat Al Baqarah ayat: 201:
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
jika diniatkan sebagai zikir dan doa bukan sebagai Al Quran (Lihat: At Tibyan Fi Adab Hamalat Al Quran, karya imam An Nawawi, hal. 73-74).
Berbeda dengan mazhab Imam Asy Syafi’i yang tidak membolehkan membaca sedikitpun dari Al Quran jika diniatkan sebagai Al quran:
1. Mazhab Abu Hanifah yang membolehkan membaca sebagian dari ayat Al Quran bagi mereka yang sedang berjunub .
2. Mazhab Imam Malik yang membolehkan membaca sedikit dari Al Quran kira-kira satu atau dua ayat.
Adapun mazhab Imam Ahmad bin Hanbal sama dengan mazhab Imam Asy Syafi’i.
(Lihat: Rahmat Al Ummah Fi Ikhtilaf Al A-immah, karya: Syeikh Muhammad bin Abd Ar Rahman Ad Dimasyqi (780 H), hal. 24).
● Hukum memegang atau membawa Al Quran bagi yang berhadats kecil dan berhadats besar:
Adapun memegang Mushaf Al Quran bagi yang berhadats kecil, yang masyhur dalam kitab-kitab mazhab Imam as Syafi’i harus dalam kondisi suci dari hadats kecil dan besar. Hal ini berdasarkan banyak dalil diantaranya hadits Rasulullah Saw:
ﻻ يَمَسُّ الْقُرْآنَ إِﻻَّ طَاهِرٌ
“Tidak boleh menyentuh Al Quran kecuali orang yang suci”. (HR. Al Hakim).
Mazhab Imam As Syafi’i mengecualikan tiga hal:
1. Membolak-balikkan lembarannya dengan pulpen atau alat lainnya dengan catatan tidak langsung dengan tangan, karena dalam hal ini tidak dinamakan menyentuh.
2. Jika Mushaf tersebut berisi tafsir yang lebih banyak dari pada tulisan Al Qurannya karena jika demikian mushaf tersebut disebut kitab tafsir bukan Al Quran.
3. Membawa mushaf Al Quran di dalam satu karung bersama barang-barang lainnya.
Demikian yang didapatkan dalam kitab Rahmat Al Ummah Fi Ikhtilaf Al A-immah, hal. 21, dan Mughni Al Muhtaj karya Al Khatib As Syarbini (977H), jilid 1 hal. 71.
Adapun menyentuh dan membawa Al Quran bagi mereka yang berhadats besar dan wanita yang sedang haidh adalah haram dengan ijma’ ulama. Jika mereka yang berhadats kecil diharamkan tentu bagi yang berhadats besar lebih diharamkan.
Dengan demikian dapat difahami bahwa membaca Al Quran bagi teman ibu di kantor tidak masalah selama tidak menganggu kewajibannya di kantor selama ia tidak berhadats besar atau berhaidh. Namun untuk menyentuh Al Quran ia bukan hanya harus suci dari hadats besar namun juga harus suci dari hadats kecil dengan berwudhuk.
Wallahu A’lam
assalamualaikum stadz… mohon minta no hp ustadz atau no wa……
ana zulkifli ariadi mahasiswa pps uin suska riau