-Fikih Fikih Nikah Konsultasi Syariah Bersama Ustadz

Ketika Hasil Istikharah Berbeda dengan Nasihat dari Orang yang Shaleh/Terpercaya. Manakah Yang Harus Dipilih?

Assalamualaikum Wr Wb

Ustadz.. Saya pernah dalam proses ta’aruf dengan seorang akhawat yang saya lihat ia seorang hafizhah, baik agama dan akhlaknya. Namun setelah saya istikharah beberapa kali hati saya justeru menjadi berat untuk menerimanya. Padahal orang tua dan guru-guru saya sangat sepakat jika ia menjadi calon pendamping hidup saya. Nah Ustadz, tolong berikan pencerahan kepada saya apakah hasil istikharah yang harus saya ambil atau nasehat dari orang tua dan guru-guru saya?
Trima kasih.

Ustadz Fulan

Jawaban:

Waalaikum Salam Wr Wb.

Ustadz Fulan yang dimuliakan Allah. Istikharah itu artinya meminta pilihan kepada Allah Swt berupa perkara yang terbaik bagi kita. Atau dengan bahasa lain kita meminta agar Allah Swt yang berikan pilihan kepada kita baik dengan shalat maupun sekedar dengan doa.
Rasulullah Saw sangat menganjurkan para sahabat untuk melakukan istikharah. Dalam Shahih Al Bukhari no. 6382 dari Jabir bin Abdullah Ra, ia berkata:

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعَلِّمُنَا الِاسْتِخَارَةَ فِي الأُمُورِ كُلِّهَا

Artinya: “Adalah Rasulullah Saw. mengajarkan kami untuk beristikharah dalam segala urusan”.

Dalam segala urusan bermakna perkara besar maupun kecil sebelum kita memutuskan hendaknya kita serahkan kepada Allah Swt agar ditetapkan hati kita kepada yang terbaik berdasarkan ilmu Allah Swt.

Terutama sebelum melangkah kepada pernikahan sungguh istikharah sangat dianjurkan, sebab nikah adalah perkara besar sangat mempengaruhi masa depan kita. Memilih isteri atau memantapkan hati bersama seorang calon suami bukanlah perkara ringan. Karena itu penting dilakukan dua perkara yaitu istikharah dan juga istisyarah. Istikharah kepada Allah Swt, sedangkan istisyarah kepada orang yang terpercaya agama dan hikmahnya.

Diantara perkataan hikmah yang baik sekali berkaitan dengan urusan istikharah dan istisyarah:

مَا خَابَ مَنِ اسْتَخَارَ، وَلاَ نَدِمَ مَنِ اسْتَشَارَ، وَلاَ عَالَ مَنِ اقْتَصَدَ

Artinya: “Tidak merugi bagi yang beristihkarah, dan tidak menyesal bagi yang beristisyarah (meminta petunjuk melalui musyawarah/nasehat), dan tidak akan jatuh miskin bagi mereka yang berhemat”.

(Sebagian mengatakan ini adalah hadits Dha’if yang diriwayatkan oleh At Thabrani dalam Al Mu’jam Al Awsath no. 6627, dan Al Qadha’i dalam Musnad As Syihab, no. 774).

Berapa Kalikah Kita Beristikharah?

Para ulama mengatakan selayaknya istikharah dilakukan beberapa kali hingga hati kuat. Bahkan ulama dari Hanafiyah, Malikiyah dan Syafi’iyah menganjurkan untuk melakukan istikharah hingga tujuh kali. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu As Sunni dari Anas bin Malik Ra, bahwa Rasulullah Saw. bersabda:

يَا أَنَسُ إِذَا هَمَمْتَ بِأَمْرٍ فَاسْتَخِرْ رَبَّكَ فِيهِ سَبْعَ مَرَّاتٍ ، ثُمَّ اُنْظُرْ إِلَى الَّذِي يَسْبِقُ إِلَى قَلْبِكَ فَإِنَّ الْخَيْرَ فِيهِ

Artinya: “Wahai Anas jika kamu bimbang dengan sebuah urusan, beristikharahlah kepada Tuhanmu sebanyak tujuh kali, lalu perhatikanlah perkara yang terlebih dahulu terlintas di hatimu. Sesungguhnya kebaikan ada padanya”. (‘Amalu Al Yaum wa Al Lailah hadits no. 598).

Doa Apa yang Dibaca Setelah Shalat Istikharah?

Shalat istikharah adalah dua rakaat, boleh dilaksanakan kapan saja kecuali di waktu yang dimakruhkan shalat tanpa ada sebab sebelumnya. Dan sangat dianjurkan untuk dilakukan di pertengahan malam hari. Dibacakan pada rakaat pertama setelah Al Fatihah surat Al Kafirun dan di rakaat kedua setelah Al Fatihah surat Al Ikhlas. Lalu setelah shalat dianjurkan membaca doa berikut ini:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْتَخِيرُكَ بِعِلْمِكَ ، وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ ، وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِك الْعَظِيمِ ، فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلا أَقْدِرُ ، وَتَعْلَمُ وَلا أَعْلَمُ ، وَأَنْتَ عَلامُ الْغُيُوبِ . اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الأَمْرَ خَيْرٌ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي – أَوْ قَالَ عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ – فَاقْدُرْهُ لِي وَيَسِّرْهُ لِي ، ثُمَّ بَارِكْ لِي فِيهِ ، وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الأَمْرَ شَرٌّ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي – أَوْ قَالَ عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ – فَاصْرِفْهُ عَنِّي وَاصْرِفْنِي عَنْهُ . وَاقْدُرْ لِي الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ، ثُمَّ رَضِّنِي بِهِ

Artinya: “Ya Allah sesungguhnya aku memohon pilihan yang terbaik menurut ilmu-Mu, dan memohon kepastian dengan ketentuanMu, memohon dengan kemurahan-Mu yang agung. Sesungguhnya Engkau berkuasa, sedangkan aku tidak berkuasa, Engkau mengetahui sedangkan aku tidak mengetahui, dan Engkau amat mengetahui segala sesuatu yang masih tersembunyi. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa persoalan ini baik bagi hamba, dalam agama hamba dan dalam penghidupan hamba dan baik pula akibatnya bagi hamba dalam waktu dekat atau jauh, maka berikanlah perkara ini kepada hamba, dan mudahkanlah ia bagi hamba, kemudian berilah keberhakan bagi hamba di dalamnya. Dan jika jika Engkau mengetahui bahwa persoalan ini buruk bagi hamba, dalam agama hamba dan dalam penghidupan hamba dan buruk pula akibatnya bagi hamba dalam waktu dekat atau jauh, maka palingkanlah perkara ini dari hamba dan palingkanlah hamba darinya. Dan berilah kebaikan kepada hamba dimana saja ia berada, kemudian jadikanlah hamba orang yg rela atas anugerahMu”. (HR Al Bukhari no. 6382 dari Jabir bin Abdullah Ra).

Lalu setelah membaca doa ini disebutkan hajatnya…

Tanda Istikharah kita diterima:

Para ulama sepakat bahwa tanda istikharah kita diterima adalah terasa kelapangan di hati untuk menerima suatu pilihan. Hal ini berdasarkan hadits Ibnu Sunni di atas, yaitu ucapan Rasulullah Saw. “lalu perhatikanlah perkara yang terlebih dahulu terlintas di hatimu”.

Namun sebagian ulama mengatakan tidak mesti ada kelapangan di hati, apa saja yang tampak di hadapannya hendaknya ia lakukan. Dengan seizin Allah akan ada kebaikan di dalamnya. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah 3/247).

Jika hasil Istikharah berbeda dengan Istisyarah (nasehat):

Imam An Nawawi (w. 676 H) mengatakan: Dianjurkan sebelum melakukan istikharah untuk beristisyarah yaitu meminta nasehat dari orang yang dikenal bijak, berpengalaman, memiliki sifat penyayang, dan terpercaya akhlak dan agamanya. Jika hasil istisyarah tersebut nyata kebaikannya bagi dirinya hendaknya ia kuatkan dengan istikharah setelahnya.

Adapun jika bertentangan hasil istisyarah dengan istikharah, Ibnu Hajar Al Haitami mengatakan:

حَتَّى عِنْدَ التَّعَارُضِ ( أَيْ تَقَدُّمِ الاسْتِشَارَةِ )؛ لأَنَّ الطُّمَأْنِينَةَ إِلَى قَوْلِ الْمُسْتَشَارِ أَقْوَى مِنْهَا إِلَى النَّفْسِ لِغَلَبَةِ حُظُوظِهَا وَفَسَادِ خَوَاطِرِهَا . وَأَمَّا لَوْ كَانَتْ نَفْسُهُ مُطْمَئِنَّةً صَادِقَةً إِرَادَتُهَا مُتَخَلِّيَةً عَنْ حُظُوظِهَا ، قَدَّمَ الاسْتِخَارَةَ

Artinya: “Jika terjadi perbedaan hendaknya didahulukan hasil istisyarah, sebab ketenangan batin dari perkataan orang yang kita mintakan nasehatnya lebih kuat dari ketenangan hati sebab istikharah karena jiwa banyak bermasalah dengan kesuciannya. Namun jika jiwanya adalah jiwa yang muthmainnah (tenang), jujur, dan keinginannya jelas terlintas kuat di dalam benaknya bukan disebabkan hawa nafsu maka istikharah lebih didahulukan”. (Al Futuhat Ar Rabbaniyah, jilid. 3, hal. 94-95).

Nah, berdasarkan jawaban ini jelaslah bagi Ustadz Fulan untuk memilih dan memilah kondisi hati Ustadz sudah sampai ke derajat mana.
Adapun berdasarkan soal yang Ustadz tanyakan, pilihan guru dan orang tua sudah sangat tepat, terlebih wanita calon tersebut seorang penghafal Al Quran, baik agama juga akhlaknya. Kecuali ada alasan lain yang kuat untuk menolaknya, dan saya tidak mendapatkan alasan ustadz untuk menolaknya.

Wallahu A’lam

Comments

comments

Tentang Penulis

Dosen IAIN Langsa, Doktoral Fiqh Muqaran (Perbandingan Mazhab Fikih) di Universitas Al Azhar - Mesir, Mudir dan Ketua Yayasan Pesantren Dar Faqih Qurani - Aceh Timur, Dewan Fatwa Nasional Jami'ah Al Wasliyah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.