-Fikih Fikih Muamalat Konsultasi Syariah Bersama Ustadz

Wajibkah Melunasi Utang Setelah Dipenjarakan Karena Tak Mampu Membayar?

Hak bagi si pemiutang agar hartanya kembali kepadanya. Sedangkan penjara merupakan hukuman fisik agar si pelanggar mengambil pelajaran dari kesalahannya. 

Assalamu’alaikum ustadz,kawan2 semuanya. saya mau bertanya ustad.seandainya saya mempunyai hutang yang jumlahnya banyak kepada seseorang, saya tidak bisa melunaskan hutang itu.Lalu seseorang itu memasukkan saya ke penjara dikarenakan saya tidak mampu untuk melunasi hutang2 itu.secara hukum pidana hutang sudah lunas karna pidana tersebut.pertanyaan saya ustad.bagaimana masalah saya dgn seseorang itu dihadapan Allah SWT,apakah sudah selesai hutangnya.

Anggi Harahap

Jawaban:

Wa’alaikum Salam wr wb.
Di dalam kehidupan sehari-hari ini, kebanyakan manusia tidak terlepas dari yang namanya hutang piutang. Sebab di antara mereka ada yang membutuhkan dan ada pula yang dibutuhkan.

Dalam ajaran Islam, utang-piutang adalah muamalah yang dibolehkan, tapi diharuskan untuk ekstra hati-hati dalam menerapkannya. Karena utang bisa mengantarkan seseorang ke dalam surga, dan sebaliknya juga menjerumuskan seseorang ke dalam neraka.

Rasulullah Saw sangat takut berutang dan sangat takut jika hal tersebut menjadi kebiasaannya. Mengapa demikian?

Diriwayatkan dari ‘Aisyah Ra, bahwasanya dia mengabarkan, “Dulu Rasulullah Saw sering berdoa di shalatnya:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَفِتْنَةِ الْمَمَاتِ, اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْمَأْثَمِ وَالْمَغْرَمِ

“Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepadamu dari azab kubur, dari fitnah Al-Masiih Ad-Dajjaal dan dari fitnah kehidupan dan fitnah kematian. Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepadamu dari hal-hal yang menyebabkan dosa dan dari berutang“

Berkatalah seseorang kepada beliau:

مَا أَكْثَرَ مَا تَسْتَعِيذُ مِنَ الْمَغْرَمِ؟

“Betapa sering engkau berlindung dari utang?”

Beliau pun menjawab:

إِنَّ الرَّجُلَ إِذَا غَرِمَ حَدَّثَ فَكَذَبَ وَوَعَدَ فَأَخْلَفَ

“Sesungguhnya seseorang yang (biasa) berutang, jika dia berbicara maka dia berdusta, jika dia berjanji maka dia mengingkarinya”. (HR Al-Bukhari dan Muslim)

Perlu dipahami bahwa berutang bukanlah suatu perbuatan dosa. Tetapi, seseorang yang terbiasa berutang bisa saja mengantarkannya kepada perbuatan-perbuatan yang diharamkan oleh Allah Swt. Pada hadis di atas disebutkan dua dosa akibat dari kebiasaan berutang, yaitu: berdusta dan menyelisihi janji. Keduanya adalah dosa besar bukan?

Adapun terkait yang ditanyakan, maka jawabannya sebagai berikut:
Utang adalah masalah terkait harta, sedangkan penjara bukan terkait harta.

Seharusnya ketika berutang lebih berhati-hati. Sebab utang termasuk perkara yang paling ditakutkan oleh Nabi Saw terhadap umatnya. Karena itu berhati-hatilah ketika berutang, perkirakan kebutuhan yang penting dan kemampuan untuk melunasinya.

Karena utang bersifat harta maka harus dilunasi, jika tidak mampu maka pemiutang lebih baik menangguhkannya, besar pahala menangguhkan pelunasan utang. Namun jika enggan berusaha untuk melunasinya, maka pemiutang berhak melaporkan kepada pihak yang berwajib. Dan yang berutang bisa dikenakan hukuman berupa penjualan segala asetnya untuk pelunasan utang.

Adapun jika dipenjarakan sebab utang, lalu apakah keluar penjara tetap wajib melunasi utangnya?
Jika sang pemiutang telah merelakannya maka hilang kewajiban pelunasannya. Namun jika si pemiutang tidak merelakannya, maka yang berutang tetap wajib mengusahakan pelunasannya. Sebab hukuman penjara tidak berkaitan dengan harta si pemiutang, tidak ada keuntungan baginya. Hak bagi si pemiutang agar hartanya kembali kepadanya.

Dalam kasus harta dan hukuman para ulama sepakat misalnya dalam kasus hukuman potong tangan si pencuri jika terpenuhi ketentuannya, maka hukuman tersebut tidak menggugurkan kewajibannya untuk mengembalikan harta curiannya. Sebab harta harus dilunaskan dengan harta. Sedangkan hukuman merupakan pelajaran dan ketegasan agama bagi si pelanggar dan juga bagi orang lain agar tidak terjerumus dalam kejahatan yang sama,

Wallahu A’lam

Comments

comments

Tentang Penulis

Dosen IAIN Langsa, Doktoral Fiqh Muqaran (Perbandingan Mazhab Fikih) di Universitas Al Azhar - Mesir, Mudir dan Ketua Yayasan Pesantren Dar Faqih Qurani - Aceh Timur, Dewan Fatwa Nasional Jami'ah Al Wasliyah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.