-Fikih Fikih Ibadah Fikih Makanan dan Minuman Hikmah

Inilah Hikmah dari Larangan Memotong Rambut dan Kuku bagi Yang Hendak Berqurban

Inilah Hikmah dari Larangan Memotong Rambut dan Kuku bagi Yang Hendak Berqurban

Inilah Hikmah dari Larangan Memotong Rambut dan Kuku bagi Yang Hendak Berqurban

Ibadah qurban adalah ibadah yang besar pahalanya di sisi Allah Swt. Ibadah qurban ini disyariatkan pada tahun kedua hijriah bersama syariat puasa, zakat, dan shalat dua hari raya. (Lihat: al Mausu’ah al Islamiyah al Ammah hal. 164).

((ما عمل آدمي منعمل يوم النحر أحب إلى الله من إهراق الدم ، إنها لتأتي يوم القيامة بقرونها وأشعارها وأظلافها ، وأن الدم ليقع من الله بمكان قبل أن يقع منالأرض فطيبوا بها نفساً)).

“Tidak ada amalan yang dilakukan oleh seorang anak Adam yang lebih dicintai Allah dari pada menumpahkan darah (qurban), sesungguhnya ia akan datang dengan tanduknya, bulu-bulunya dan kuku-kukunya. Dan sesungguhnya darah akan diletakkan Allah di suatu tempat sebelum jatuh ke bumi. Berbahagialah jiwa dengan qurbannya”. (HR. At Tirmidzi hadits no. 1493 dari ibunda Aisyah Ra dan dishahihkan oleh al Hakim dalam Mustadraknya hadits no. 7523).

Hukum Qurban:

Hukum qurban adalah Sunnah Muakkadah karena senantiasa dikerjakan oleh Nabi Saw menurut jumhur ulama. Hal ini berdasarkan banyak dalil diantaranya adalah hadits yang diriwayatkan oleh imam al Bukhari no. 5558 dan imam Muslim no. 1966 dari Anas bin Malik Ra ia berkata:

«ضَحَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ، ذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ، وَسَمَّى وَكَبَّرَ، وَوَضَعَ رِجْلَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا»

“Rasulullah Saw telah berqurban dengan dua ekor kambing yang bagus warnanya dan bertanduk. Beliau sembelih sendiri lalu beliau membaca basmalah dan bertakbir seraya meletakkan sebelah kaki beliau di atas leher kambing tersebut”.

Ibnu Majah dalam Sunannya hadits no. 3123 juga meriwayatkan dari Abu Hurairah Ra bahwa Rasulullah Saw bersabda:

«مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ، وَلَمْ يُضَحِّ، فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا»

“Siapa yang memiliki kelapangan rezeki namun ia tidak berqurban, maka hendaknya ia tidak mendekati tempat shalat Id kami”.

Dan dalam mazhab imam as Syafi’I Qurban hukumnya Sunnah kifayah. Maksudnya setiap rumah pada setiap tahun hendaknya melaksanakan qurban minimal untuk satu orang. Jika satu orang telah melaksanakan qurban maka anggota keluarga di rumah tersebut tidak dituntut untuk melakukannya. (Fathu al ‘Allam 5/121).

Dalil Syafi’iyah adalah hadits Mikhnaf bin Sulaim Ra yang diriwayatkan oleh imam Abu Daud dalam sunannya hadits no. 2788, imam at Tirmidzi dalam sunannya hadits no. 1518 dan Ibnu Majah dalam sunannya juga hadits no. 3125:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ، عَلَى كُلِّ أَهْلِ بَيْتٍ فِي كُلِّ عَامٍ أُضْحِيَّةٌ

“Wahai manusia, setiap rumah hendaknya melaksanakan qurban pada setiap tahunnya”.

Larangan Memotong Kuku dan Rambut di 10 Awal Zulhijjah:

Bagi yang hendak melaksanakan ibadah qurban dianjurkan jika tiba hari pertama dari 10 awal Zulhijjah agar tidak memotong kuku dan seluruh bulu di tubuhnya. Baik qurban tersebut dari dirinya sendiri maupun hadiah dari orang lain. Hal ini berdasarkan dalil hadits berikut ini:

عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «إِذَا رَأَيْتُمْ هِلَالَ ذِي الْحِجَّةِ، وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ، فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِهِ»

Dari Umi Salamah bahwa Nabi Saw bersabda: “Jika kalian melihat awal bulan Zulhijjah dan kalian ingin berqurban hendaknya ia jaga (agar tidak dipotong) rambutnya dan kukunya”. (HR. Muslim no. 1977).

Berdasarkan hadits ini setidaknya dapat kita simpulkan dua hukum penting berkaitan dengan ibadah qurban:

Pertama: bahwa qurban itu hukumnya Sunnah tidak wajib. Sebab sekiranya wajib niscaya Rasulullah Saw tidak menggantungkan ibadah qurban dengan keinginan mukallaf. Demikianlah yang dikatakan oleh jumhur ulama Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah berbeda dengan Hanafiyah yang mewajibkannya.

Kedua: bahwa orang yang hendak berqurban atau dia mengetahui ada orang lain yang melaksanakan qurban untuk dirinya hendaknya ia menjaga seluruh bulu di tubuhnya demikian juga kukunya agar tidak di potong atau tidak dipendekkan dari malam pertama bulan Zulhijjah hingga selesai disembelih hewan qurbannya. Dan inilah mazhab Syafi’iyah yang memakruhkan memendekkan rambut dan memotong kuku di 10 hari tersebut berbeda dengan Hanafiyah dan Malikiyah yang tidak mempermasalahkannya sama sekali. Sedangkan Hanabilah mengharamkan perbuatan tersebut.

Adapun yang menguatkan Syafi’iyah dalam masalah ini adalah hadits shahih yang diriwayatkan oleh imam al Bukhari dalam shahihnya hadits no. 5566 dan imam Muslim dalam shahihnya hadits no. 1321 dari ibunda Aisyah Ra beliau berkata:

«كُنْتُ أَفْتِلُ قَلَائِدَ هَدْيِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدَيَّ، ثُمَّ يَبْعَثُ بِهَا وَمَا يُمْسِكُ عَنْ شَيْءٍ، مِمَّا يُمْسِكُ عَنْهُ الْمُحْرِمُ، حَتَّى يُنْحَرَ هَدْيُهُ»

“Dahulu aku mengalungkan tali di leher binatang Qurban Rasulullah Saw dengan tanganku sendiri. Kemudian Rasulullah Saw mengirimkannya hewan qurbannya dan beliau Saw tidak menahan diri dari apapun juga sebagaimana seorang muhrim menahan diri dari yang membatalkan ihramnya sehingga beliau berqurban”.

Syeikh Abul Ula al Mubarkafuri dalam Tuhfatu al Ahwadzi 5/99 mengatakan: “Mengirimkan binatang qurbannya lebih kuat dari sekedar ingin berqurban. Dengan demikian larangan memotong kuku dan rambut bukanlah menunjukkan keharaman namun ia adalah makruh tanzih”.

Hikmah Larangan Memotong Kuku dan Memendekkan Rambut di Waktu itu:

Imam An Nawawi dalam al Majmu’ syarh al Muhadzzab 8/363 mengatakan: “Hikmah larangan tersebut adalah agar anggota tubuh sempurna mendapatkan kemerdekaan dari api neraka. Sedangkan sebahagian yang berpendapat sebagai menyerupai orang yang berihram adalah tidak benar. Sebab orang yang berqurban ini tidak dilarang untuk berhubungan dengan isteri mereka dan tidak dilarang untuk memakai minyak wangi dan pakaian yang berjahit sebagaimana mereka yang berihram dilarang seluruh perkara tersebut”.

Wallahu A’la wa A’lam

 

Comments

comments

Tentang Penulis

Dosen IAIN Langsa, Doktoral Fiqh Muqaran (Perbandingan Mazhab Fikih) di Universitas Al Azhar - Mesir, Mudir dan Ketua Yayasan Pesantren Dar Faqih Qurani - Aceh Timur, Dewan Fatwa Nasional Jami'ah Al Wasliyah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.