Permasalahan yang kerap menjadi bahan fikiran manusia adalah masalah rezeki. Setiap manusia mendambakan mendapatkan rezeki yang cukup, memenuhi hajat kebutuhan hidup. Apa yang dimakan hari ini, esok, minggu depan, bulan depan, tahun depan dan seterusnya. Bahkan ada yang dari sekarang telah disibukkan memikirkan masa depan anak dan cucunya.
Pikiran ini dapat bernilai positif jika menjadi rancangan dan persiapan. Namun jika berubah menjadi bahan kecemasan dan ketakutan justeru akan menjadi perkara yang sangat negative dan tercela. Apalagi jika sampai menghalalkan berbagai cara demi mendapatkan rezeki, berani menipu, menzhalimi, menjual agama demi dunianya, bersumpah dalam jual belinya atau sampai bermuka dua demi mendapatkan rezeki yang ditakutkan tidak didapatkannya jika tidak melakukan perkara-perkara tercela tersebut.
Perhatikanlah kecemasan terhadap rezeki sering membawa pelakunya terjerumus pada perkara yang diharamkan Allah Swt. Seorang pedagang jika tidak takut kepada Allah Swt berani berdusta kepada pelanggannya demi jaminan agar transaksi jual beli berhasil dilaksanakan. Pelajar dan mahasiswa yang tidak takut kepada Allah akan berani melakukan kecurangan-kecurangan demi meraih prestasi atau bentuk rezeki lainnya.
Islam dengan jelas melalui Al Quran maupun As Sunnah menyatakan dengan tegas bahwa rezeki itu adalah perkara kepastian yang berkaitan dengan akidah sebab ia berkaitan dengan taqdir yang sudah ada dan tidak akan pernah tertukar. Rezeki adalah ketetapan Allah. Allah Swt sang Pencipta dan Allah Swt. pula penjamin rezeki. Dalam Adz Dzariyat ayat 56-58, Allah Swt. berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ . مَا أُرِيدُ مِنْهُمْ مِنْ رِزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَنْ يُطْعِمُونِ . إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ
Artinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan. Sesungguhnya Allah dialah Maha pemberi rezki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh”.
Benar… Masalah rezeki adalah jaminan Allah Swt. dalam surat Hud ayat 6:
وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا
Artinya: “Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya”.
Rasulullah saw juga bersabda dalam hadits Al Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Mas’ud Ra:
إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا، ثُمَّ يَكُونُ فِي ذَلِكَ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُونُ فِي ذَلِكَ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يُرْسَلُ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيهِ الرُّوحَ، وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ: بِكَتْبِ رِزْقِهِ، وَأَجَلِهِ، وَعَمَلِهِ، وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيدٌ
Artinya: “Sesungguhnya penciptaan kalian dihimpunkan di dalam perut ibunya selama 40 hari, kemudian menjadi segumpal darah pada masa seperti ini, lalu menjadi segumpal daging pada masa seperti itu. Lalu diutuskan seorang malaikat untuk meniupkan ruh, dan diperintahkan mencatatkan empat perkara: rezekinya, ajalnya, amalannya, dan menjadi orang yang bahagia atau celaka”.
Dari hadis tersebut kita mendapatkan bahwa perkara pertama yang dicatatkan adalah masalah rezeki. Karena itu tidak perlu ada keraguan terhadap urusan rezeki.
Perintah Berusaha Mencari Rezeki
Walau rezeki telah dituliskan dan dijamin, bukan berarti kita tidak berusaha, sebab Rasulullah Saw. memberikan contoh kepada kita untuk berusaha. Usaha termasuk salah satu ibadah yang berbentuk tawakkal.
عَنْ عُمَرَ بْنِ الخَطَّابِ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لَوْ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرُزِقْتُمْ كَمَا يُرْزَقُ الطَّيْرُ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا» (رواه الترمذي وابن ماجه)
Artinya: “Sekiranya kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakkal kepada Allah, niscaya kalian akan diberikan rezeki sebagaimana seekor burung yang diberikan rezeki. Ia berpagi hari keluar (dari sarangnya) dalam kondisi perut yang lapar dan pulang di sore hari dalam keadaan perut yang penuh kekenyangan”.
Yang harus kita perhatikan dalam permisalan yang diberikan oleh Rasulullah Saw. adalah bahwa burung itu berusaha sebenar-benarnya, dari pagi ia telah berangkat untuk beraktifitas. Inilah hakikat tawakkal yaitu ikhtiyar (usaha) dan keyakinan bahwa rezeki berasal dari Allah Swt.
Musykilah Kita adalah Pada Keberkahan
Rezeki kita pasti cukup. Namun mengapa tidak sedikit dari kita merasakan kesusahan dan mengeluhkan seakan rezeki kita terlalu sedikit? Hakikatnya kita sedang menghadapi sebuah musykilah yang bernama keberkahan. Masalah kita bukanlah masalah rezeki. Karena rezeki ada, harta ada. Yang menjadi masalah adalah keberkahan pada rezeki kita.
Ada orang memiliki pendapatan bulanan 5 juta, tapi ia merasakan kesempitan dan kesusahan jumlah tersebut tidak cukup bagi keluarganya. Selalu saja ada kekurangan.
Adapula seseorang punya pendapatan hanya 2 juta atau kurang, namun ia senang, bahagia, rezekinya cukup, seolah-olah dunia dilipatkan dan dimudahkan baginya. Inilah gambaran orang yang berkah rezeki dan hidupnya. Anak-anaknya shaleh dan shalehah, umurnya semakin menambahkannya taat kepada Allah, hartanya mudah digunakan banyak orang, sedekah, infak, hadiah, jual belinya terus berkembang, setiap kali berdagang ia beruntung, bahkan kalau pasir yang ia dagangkan pun ia akan memperoleh keuntungan.
Di seberang sana, ada orang yang banyak harta, tapi bakhil, tidak ia infaqkan, bahkan ia disibukkan dengan menghitungnya siang dan malam, bahkan Allah Swt berikan kepadanya penyakit yang sangat menyulitkan dirinya yaitu penyakit tama’. Lalu waktu terasa sempit baginya, anak-anak menjadi beban mental dan beban hidup baginya, tidak ada ketenangan, dan tidak ada kebahagiaan dalam hidupnya. Mengapa? Karena ketiadaan berkah pada rezeki dan hidupnya.
Berkah itu: النماء، والزيادة والسعادة bermakna apa yang Allah Swt berikan banyak kebaikannya dan mendatangkan kebahagiaan.
Lalu dari mana keberkahan itu datang? Berikut beberapa kunci keberkahan dalam rezeki dan dalam kehidupan kita.
Kunci-kunci Keberkahan Rezeki:
1. Kunci keberkahan yang pertama dan yang paling utama adalah taqwa:
Berkah itu berkaitan dengan taqwa. Jika ada taqwa maka pasti ada berkah. Jika tidak maka tidak ada. Jika kuat taqwa tersebut maka berkah pun akan kuat, jika lemah maka keberkahan juga akan lemah.
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَٰكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ (الأعراف: 96)
Artinya: “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”. (QS. Al A’raf: 96).
Rasulullah saw adalah orang yang paling banyak keberkahan. Sebab beliau orang yang bertaqwa bahkan paling bertaqwa. Karena itu keberkahan senantiasa mengikuti beliau. Di mana saja beliau berada maka akan turun berkah. Bahkan menyebutkan beliau di rumah kita dengan berselawat kepadanya adalah salah satu bentuk keberkahan.
Dalam kitab-kitab sirah beliau disebutkan banyak sekali berkahnya. Makanan yang sedikit dapat dimakan oleh orang banyak, air yang sedikit cukup untuk sejumlah satu pasukan perang.
Orang yang bertaqwa pandai bersyukur, ridha dan qanaah. Ia akan menjadi orang yang paling kaya sebab apa yang Allah Swt beri kepadanya menjadi keberkahan yang membahagiakan dirinya dan orang-orang yang berada di sekelilingnya.
Sedangkan mereka yang tidak bertaqwa, tidak peduli dengan ketaatan dan menghindarkan diri dari kemaksiatan, lalu suka melihat orang lain dan membandingkan diri dengan orang lain, sudah cukup menjadi musibah bagi kita, rasa kemiskinan terus berada di mata dan fikiran kita.
2. Pendatang keberkahan selanjutnya adalah: membaca Al Quran.
Allah Swt menyebutkan dalam Al Quran bahwa kitab ini adalah kitab yang banyak berkahnya.
قال تعالى : “وَهَـذَا كِتَابٌ أَنزَلْنَاهُ مُبَارَكٌ”
Artinya: “ Dan Ini (Al Quran) adalah Kitab yang Telah kami turunkan yang diberkahi”. (QS. Al An’am: 92).
Dalam kitab Az Zuhd wa Ar Raqa-id karya Ibnu Al Mubarak, bahwa Abu Hurairah pernah mengatakan:
الْبَيْتُ يُتْلَى فِيهِ كِتَابُ اللَّهِ كَثُرَ خَيْرُهُ، وَحَضَرَتْهُ الْمَلَائِكَةُ، وَخَرَجَتْ مِنْهُ الشَّيَاطِينُ، وَإِنَّ الْبَيْتَ الَّذِي لَمْ يُتْلَ فِيهِ كِتَابُ اللَّهِ ضَاقَ بِأَهْلِهِ، وَقَلَّ خَيْرُهُ، وَحَضَرَتْهُ الشَّيَاطِينُ، وَخَرَجَتْ مِنْهُ الْمَلَائِكَةُ
Artinya: “Rumah yang dibacakan kitab Allah banyak kebaikannya, dihadiri oleh para malaikat, keluar syaitan darinya, dan rumah yang tidak dibacakan kitab Allah akan terasa sempit bagi penghuninya, sedikit kebaikannya, dihadiri oleh syaitan dan keluar darinya para malaikat”.
Perhatikanlah keberkahan rumah yang dihiasi dengan bacaan Al Quran, rumah kita dihadiri oleh para malaikat, banyak kebaikannya, terasa lapang dan syaitan akan keluar. Ini pertanda keberkahannya juga melimpah kepada para penghuninya. Sebaliknya rumah yang tidak dibacakan Al Quran sangat disedihkan walau dibangun dengan harga yang sangat mahal namun tiada keberkahan di dalamnya, akan terasa sempit, banyak syaitannya.
3. Jujur dalam jual beli.
Kejujuran sangat dituntut sebagai sifat dan akhlak yang senantiasa melekat pada seorang mukmin. Kejujuran semakin dituntut dalam jual beli. Tidak sedikit seseorang berani berdusta dalam jual belinya sebab ia telah melihat keuntungan sudah berada di hadapan matanya. Namun ingat yang kita butuhkan bukan sekedar rezeki yang banyak namun rezeki yang berkah.
عَنْ حَكِيمِ بْنِ حِزَامٍ رضي الله عنه ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : ” الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا ، فَإنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِي بَيْعِهِمَا ، وَإنْ كَذَبَا وَكَتَمَا مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا ” [ متفق عليه ] .
Artinya: “Kedua penjual dan pembeli berhak melakukan pilihan selama keduanya belum berpisah. Jika keduanya jujur dan menjelaskan (perihal barang dagangan dan harga) niscaya keduanya akan mendapatkan keberkahan dalam jual beli mereka. Namun jika keduanya berdusta dan menyembunyikan kecacatan maka dihapuskanlah keberkahan dalam jual beli mereka”. (HR. Al Bukhari dan Muslim).
Selanjutnya dalam jual beli hindarilah sumpah serapah. Sebab bersumpah dapat menghilangkan keberkahan dalam jual beli. Dalam Shahih Al Bukhari dan Muslim disebutkan bahwa Abu Hurairah Ra. meriwayatkan Rasulullah Saw. bersabda:
«الحَلِفُ مُنَفِّقَةٌ لِلسِّلْعَةِ، مُمْحِقَةٌ لِلْبَرَكَةِ»
Artinya: “Sumpah dapat melariskan barang dagangan namun menghilangkan keberkahan”.
4. Tidak tamak dan rakus dalam mencari harta:
Tamak merupakan sifat tercela. Yaitu tidak qanaah, tidak puas dengan apa yang diberikan Allah Swt. Hidupnya minim dari sikap kesyukuran, ia terus mencari kelebihan, hakikatnya manusia tidak akan pernah merasa cukup.
Dalam Shahih Al Bukhari disebutkan bahwa ada seorang sahabat yang bernama Hakim bin Hizam, ia pernah meminta kepada Rasulullah Saw, lalu diberi, kemudian ia meminta lagi, Rasulullah Saw. kembali membagi dan memberi kepadanya hingga tiga kali. Lalu Rasulullah Saw. bersabda:
«يَا حَكِيمُ، إِنَّ هَذَا المَالَ خَضِرَةٌ حُلْوَةٌ، فَمَنْ أَخَذَهُ بِسَخَاوَةِ نَفْسٍ بُورِكَ لَهُ فِيهِ، وَمَنْ أَخَذَهُ بِإِشْرَافِ نَفْسٍ لَمْ يُبَارَكْ لَهُ فِيهِ، كَالَّذِي يَأْكُلُ وَلاَ يَشْبَعُ، اليَدُ العُلْيَا خَيْرٌ مِنَ اليَدِ السُّفْلَى»
Artinya: “Wahai Hakim…, sesungguhnya harta ini indah dan manis. Siapa yang mengambilnya dengan kepemurahan hati niscaya dia akan mendapatkan keberkahan padanya, dan siapa yang mengambilnya dengan rasa yang tidak pernah cukup niscaya tidak akan diberikan keberkahan padanya, layaknya seseorang yang makan dan tidak pernah kenyang. Tangan yang di atas lebih baik dari tangan yang di bawah”.
Demikian diantara kunci keberkahan harta, walau di sana masih ada beberapa kunci lainnya seperti gemar bersedekah, rajin bersilaturrahmi, berbakti kepada orang tua, memulai aktifitas di pagi hari dan lainnya. Mudah-mudahan Allah Swt melapangkan rezeki bagi kita dan memberikan taufiq bagi kita untuk meraih kunci-kunci keberkahan dalam rezeki tersebut sehingga kita menjadi hamba yang pandai bersyukur. Allaahumma Aamiiin…