Hukum Menjual Daging dan Kulit Qurban. Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh… Ustadz Zikri yang dimuliakan Allah… Kami para jemaah Ustadz bingung dengan berbagai pernyataan dari beberapa orang Ustadz yang kelihatannya kontroversial satu dengan lainnya yaitu terkait menjual kulit kurban. Sebab ada Ustadz yang mengatakan boleh namun ada pula yang mengatakan jika kita menjual kulit kurban maka tidak sah kurbannya. Kami berharap Ustadz dapat menjelaskannya dengan gamblang kepada kami. Terimakasih sebelumnya.
Wassalam
Jamaah Mesjid Paya Bujok Tunong Langsa
Jawaban:
Wa’alaikum Salam Wr Wb.
Alhamdulillah pertanyaan ini terangkat pula… Sebab baik via telpon, sms maupun WA banyak yang bertanya masalah ini.
Perlu diketahui masalah Hukum Menjual Daging dan Kulit Qurban ada rinciannya yang jika dijawab secara umum akan menjadi salah. Salah satu kaidah dalam fatwa yang dikatakan oleh para ulama adalah: “Ithlaqul Jawab fi Mahalli At Tafshil Khatha’” artinya: Mengeneralkan jawaban yang seharusnya dirinci adalah satu kesalahan. (Shan’atul Mufti (Ibnu Hajar Al Haitami Namudzjan), Dr. Adil Fathi Riyadh).
Benar dalam hadis Rasulullah Saw melarang menjual daging kurban dalam hadisnya:
مَنْ بَاعَ جِلْدَ أُضْحِيَّتِهِ فَلا أُضْحِيَّةَ لَهُ
Artinya: “Siapa yang menjual kulit kurbannya maka tiada kurban baginya”. (HR. Al Hakim dan Al Baihaqi).
Jika kulit hewan kurban saja dilarang untuk diperjualbelikan maka daging kurban tentu sama dilarang untuk diperjual belikan. Sebagaimana jual beli dilarang, demikian pula memberikan daging kurban atau bagian kurban manapun juga sebagai upah bagi yang menyembelih atau mengurus kurban. Pendapat ini adalah yang dikatakan oleh para ulama dari keempat mazhab yatu Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah.
Kecuali para fakir dan miskin yang menerima sedekah kurban, menurut Syafi’iyah dan Hanabilah boleh bagi mereka menjual daging kurban tersebut. Sebab kepemilikan mereka terhadap daging kurban tersebut adalah sempurna.
Berbeda dengan orang kaya yang menerima kurban sebagai hadiah dari kurban, kepemilikan mereka tidak sempurna hanya boleh memanfaatkannya untuk dimakan dan segala pemanfaatan selain jual beli. (Lihat: Al Mausu’ah Al Kuwaitiyah, jilid 5, hal. 105).
Ibnu Hajar Al Haitami mengatakan:
وللفقير التصرف فيه ببيع وغيره
Artinya: “Boleh bagi orang fakir melakukan tasharruf (tindakan) pada daging kurban, baik menjualnya atau tindakan lainnya”. (Tuhfatul Muhtaj jilid 9, hal. 423).
Al Khatib Asy Syarbaini juga mengatakan:
أما الفقراء فيجوز تمليكهم منها ويتصرفون فيما ملكوه بالبيع وغيره
Artinya: “Adapun para orang fakir boleh menjadikan hewan kurban sebagai milik mereka, dan mereka berhak mengambil tindakan pada daging kurban yang telah mereka miliki baik dengan menjualnya atau dengan tindakan lainnya”. (Mughni Al Muhtaj jilid 4, hal. 290).
Dengan kedua nas tersebut dapat difahami bahwa fakir miskin berhak menjual daging dan kulit hewan kurban yang telah mereka miliki. Jika panitia kurban berinisiatif agar kulit kurban tidak terbuat sia-sia sebab dipotong kecil-kecil dan dibagi-bagi kepada fakir miskin, dapat saja mempertemukan para fakir miskin dengan para pembeli kulit kurban agar hasil penjualan kulit hewan kurban tersebut dapat dimanfaatkan untuk kepentingan yang lebih bermanfaat.
Adapun pemilik kurban dan orang kaya yang menerima kurban sebagai hadiah atau siapapun yang menerima daging kurban selain fakir dan miskin tidak dibolehkan bagi mereka memanfaatkan daging atau kulit kurban tersebut untuk diperjualbelikan kepada orang lain sebagaimana dilarang pula bagi mereka memberi daging atau kulit kurban bagi si penjagal, si pengulit, si pembagi-bagi atau siapapun yang mengurus kurban jika pemberian tersebut sebagai upah.
Wallahu A’lam.