-Fikih Fikih Makanan dan Minuman

Bahayanya Makanan dan Minuman Haram

Mengkonsumsi makanan yang halal lagi baik akan memberikan pengaruh yang signifikan dalam proses pembersihan jiwa, terkabulnya do’a dan diterimanya amal ibadah. Sebaliknya, mengkonsumsi makanan yang haram, akan menghalangi terkabulnya doa dan ibadah, hati semakin kotor tidakkan ada ketenangan, hidup tidakkan ada cahaya. Allah berfirman tentang orang-orang Yahudi.

أُولَئِكَ الَّذِينَ لَمْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يُطَهِّرَ قُلُوبَهُمْ لَهُمْ فِي الدُّنْيَا خِزْيٌ وَلَهُمْ فِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ (41)  سَمَّاعُونَ لِلْكَذِبِ أَكَّالُونَ لِلسُّحْتِ

“Mereka itu adalah orang-orang yang Allah tidak hendak menyucikan hati mereka. Mereka beroleh kehinaan di dunia dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar. Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong dan banyak memakan makanan yang haram” [Al-Maidah ; 41-42].

Bahkan Imam Al Ghazzali meriwayatkan beberapa perkataan orang Salaf, diantaranya:

  • Abdullah bin Mubarak berkata: mengembalikan satu dirham yang syubhat bagiku lebih aku cintai dari bersedekan 100.000 dirham.
  • Sahal juga mengatakan: barang siapa makan dari harta yang haram, maka anggota tubuhnya akan bermaksiat baik dalam kondisi ia sadar maupun tidak. (Lihat Ihya Ulumiddin, juz 2, hal. 124).

Ada beberapa dampak negatif dari memakan makanan haram yang disebutkan dalam Al Quran dan Hadits, diantaranya adalah sebagai berikut:

  1. Menjadikan doa dan amal ibadah kita tertolak

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Hurairah RA, Nabi SAW bersabda. “ Sesungguhnya Allah Maha Baik, tidak menerima kecuali hal yang baik. Dan sesungguhnya Allah memerintahkan kaum mukminin dengan perintah yang diarahkan kepada para rasulNya. Allah Ta’ala berfirman.

يَاأَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ

“Hai para rasul, makanlah dari makanan yang baik dan kerjakanlah amalan yang shalih”. [Al-Mukminun : 51]

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ

“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu” [Al-Baqarah : 172]

Sesudah itu, beliau SAW menceritakan keadaan seseorang yang sedang dalam perjalanan jauh. Orang tersebut rambutnya kusut, tubuhnya penuh debu, menengadahkan kedua tangannya ke langit seraya memanjatkan (permohonan do’a) : ‘Wahai, Rabb-ku, wahai Rabb-ku”, namun makanannya haram, minumannya haram dan pakaiannya haram. Dia tumbuh dengan makanan yang haram, bagaimana mungkin dikabulkan?.

Karena itu haji dari harta haram ditolak, tidak diterima Allah Swt. Rasulullah saw bersabda, “Jika seorang keluar untuk melakukan haji dengan nafaqah haram, kemudian ia mengendarai tunggangan dan mengatakan, “Labbaik, Allahumma labbaik!” Maka yang berada di langit menyeru, “Tidak labbaik dan kau tidak memperoleh kebahagiaan! Bekalmu haram, kendaraanmu haram dan hajimu mendatangkan dosa dan tidak diterima.” (HR At Thabrani)

Demikian pula sedekahnya ditolak, Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa mengumpulkan harta haram, kemudian menyedekahkannya, maka tidak ada pahala, dan dosa untuknya.” (HR Ibnu Huzaimah)

Dan yang lebih parah lagi adalah shalatnya tidak diterima. Dalam kitab Syu’abul Iman disebutkan, ” Barangsiapa yang membeli pakaian dengan harga sepuluh dirham di antaranya uang haram, maka Allah tidak akan menerima shalatnya selama pakaian itu dikenakan.” (HR Ahmad).

Dalam Ihya’ Ulumid Din juz 2, hal. 128, Imam Al Ghazzali meriwayatkan dari Sufyan Ats Tsauri bahwa beliau berkata: perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya yang haram untuk ketaatan, seperti orang yang mencuci pakaiannya yang bernajis dengan air najis pula.

  1.  Mengikis Keimanan Pelakunya

Rasulullah saw bersabda, “Tidaklah peminum khamar, ketika ia meminum khamr termasuk seorang mukmin.” (HR Bukhari Muslim).

Sangat disayangkan ketika orang tua membesarkan anaknya dengan harapan menjadi anak yang shaleh dan shalehah, namun makanan dan minuman yang diberikan sehari-hari berupa yang haram. Bagaimana kiranya anak tersebut akan mantap imannya, akan baik perilakunya. Na’udzubillah…

  1. Mengeraskan Hati

Imam Ahmad ra pernah ditanya, apa yang harus dilakukan agar hati mudah menerima kesabaran, maka beliau menjawab, “Dengan memakan makanan halal.” (Thabaqat Al Hanabilah:  1/219).

At Tusturi, seorang mufassir juga mengatakan, “Barangsiapa ingin disingkapkan tanda-tanda orang yang jujur (shiddiqun), hendaknya tidak makan, kecuali yang halal dan mengamalkan sunnah,” (Ar Risalah Al Mustarsyidin : hal 216).

Maka orang yang sulit menerima nasehat, tidak tersentuh dengan kebaikan, tidak suka mendengarkan Alquran patut menuduh dirinya sendiri: apa yang sudah aku makan? Karena makanan akan menjadi darah daging kita. Ketika berasal dari yang haram, maka akan mengalir darah yang haram, danakan tumbuh pada diri kita daging yang haram.

  1. Silaturrahminya sia-sia

Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa mendapatkan harta dari dosa, lalu ia dengannya bersilaturahim (menyambung persaudaraan) atau bersedekah, atau membelanjakan (infaq) di jalan Allah, maka Allah menghimpun seluruhnya itu, kemudian Dia melemparkannya ke dalam neraka. Lalu Rasulullah saw bersabda, ” Sebaik-baiknya agamamu adalah al-wara’ (berhati-hati).” (HR Abu Daud).

Semua yang berasal dari yang haram, maka hasilnya tidak bisa lepas dari sumbernya. Silaturrahmi yang seharusnya memanjangkan umur, membuka pintu rezeki menjadi terhalang disebabkan factor harta yang kita dapatkan sebelumnya.

  1. Neraka menjadi tempat kembalinya

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan At Tirmidzi dari Ka’ab bin ‘Ujrah, Rasulullah SAW bersabda:

يَا كَعْبُ بْنَ عُجْرَةَ إِنَّهُ لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ النَّارُ أَوْلَى بِهِ

“Wahai Ka’ab bin ‘Ujrah, sesungguhnya tidak akan masuk ke dalam surga setiap daging yang tumbuh dari yang haram, (karena) nerakalah yang paling layak untuknya”.

Dan dalam Atsar yang diriwayatkan oleh Abdur Razzaq dalam mushannafnya dari Hudzaifah Al Yamani, ia berkata:

فَإِنَّ لَحْماً نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ لَنْ يَدْخُلَ الْجَنَّةَ أَبَداً، وَاعْلَمُوْا أَنَّ بَائِعَ الْخَمْرِ وَمُبْتَاعَهُ وَسَاقِيْهِ وَمُسْقِيْهِ كَشَارِبِهِ ، وَاعْلَمُوْا أَنَّ بَائِعَ الْخِنْزِيْرِ وَمُبْتَاعَهُ وَمُقْتَنِيْهِ كَآكِلِهِ

“Setiap daging yang tumbuh dari yang haram tidak akan masuk ke dalam surga selamanya. Dan ketahuilah bahwa penjual khamar, pembelinya, yang menuangkannya, dan yang dituangkan (khamar ke dalam gelasnya), adalah seperti peminumnya. Dan ketahuilah bahwa penjual babi, pembelinya, yang mengambilnya, adalah seperti pemakannya.

 

Kehati-hatian Para Salufunash Shaleh Terhadap Yang Mereka Makan

Dalam kitab shahih Al-Bukhari disebutkan, ‘Aisyah radhiyallah ‘anha menceritakan bahwa Abu Bakar mempunyai pembantu yang selalu menyediakan makanan untuknya. Suatu kali pembantu tersebut membawa makanan maka iapun memakannya. Setelah tahu bahwa makanan tersebut didapatkan dengan cara yang haram, maka dengan serta merta ia masukkan jari tangannya ke kerongkongan, kemudian ia muntahkan kembali makanan yang baru saja masuk ke dalam perutnya.

Imam An-Nawawi ketika hidup di negeri Syam, ia tidak mau memakan buah-buahan di negeri tersebut. Tatkala orang menanyakan tentang sebabnya, maka ia menjawab: Di sana ada kebun-kebun wakaf yang telah hilang, maka saya khawatir memakan buah-buahan dari kebun tersebut.

 

Kriteria Makanan Haram

Pada dasarnya makanan dan minuman yang ada adalah halal. Dan hakikatnya makanan halal jauh lebih banyak dari makanan yang haram. Karena itu, saya hanya akan menjelaskan kriteria syar’i makanan haram yang terbatas pada hal-hal tertentu saja. Sedangkan selainnya adalah halal.

Makanan yang haram dalam Islam ada dua jenis:

  1. Makanan yang diharamkan karena dzatnya. Maksudnya asal dari makanan tersebut memang sudah haram, seperti: bangkai, darah, babi, anjing, khamar, dan selainnya.
  2. Makanan yang diharamkan karena suatu sebab yang tidak berhubungan dengan dzatnya. Maksudnya makanannya adalah halal, akan tetapi dia menjadi haram karena adanya sebab yang tidak berkaitan dengan makanan tersebut. Misalnya: makanan dari hasil mencuri, upah perzinahan, sesajen perdukunan, makanan yang disuguhkan dalam acara-acara syirik, riba, curang dalam jual beli, korupsi, suap dan lain sebagainya.

Praktek-praktek mendapatkan harta dengan cara yang haram dapat dengan mudah kita saksikan di zaman ini. Perampokan, penipuan, riba, korupsi, kolusi dan yang lainnya hampir-hampir selalu diekspos tiap hari oleh koran-koran dan televisi atau media lainnya. Seolah-olah hal ini sudah merupakan masalah yang biasa. Segala macam cara akan digunakan manusia dalam rangka untuk mendapatkan harta yang sebanyak-banyaknya.

Semoga Allah SWT memudahkan jalan hidayah kepada kita, untuk peduli apa yang kita konsumsi baik berupa makanan, minuman, pakaian dan seluruh yang berkaitan dengan hidup kita. Wabillahit Taufiq

Comments

comments

Tentang Penulis

Dosen IAIN Langsa, Doktoral Fiqh Muqaran (Perbandingan Mazhab Fikih) di Universitas Al Azhar - Mesir, Mudir dan Ketua Yayasan Pesantren Dar Faqih Qurani - Aceh Timur, Dewan Fatwa Nasional Jami'ah Al Wasliyah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.