Konsultasi Syariah Bersama Ustadz

Mestikah Kita Memisahkan Politik dari Islam?

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Ustadz yang dimuliakan Allah

Akhir-akhir ini kita melihat bagaimana politik dalam negeri yang sangat sulit. Apakah politik itu penting bagi umat Islam? Dan benarkah politik dengan agama harus dipisahkan? Sebab seorang Ustadz jika terjun ke dunia politik dianggap sudah tidak tepat lagi. Terimakasih. Wassalam

Hamba Allah

Jawaban:

Wa’alaikum Salam Warahmatullahi Wabarakatuh

Terimakasih atas pertanyaannya yang menarik untuk kita bahas.

Pengertian Politik

Politik dalam bahasa Arab dinamakan dengan As Siyasah adalah sebuah usaha untuk mensejahterakan umat dengan mengarahkan mereka ke jalan yang menyelamatkan baik dalam waktu singkat maupun jauh ke depan. Definisi inilah yang diutarakan oleh Ibnu Abidin Al Hanafi, dalam Raddu al Muhtar 4/15, semakna dengan ini pula yang dikatakan oleh imam Al Bujairimi As Syafi’I dalam Tuhfat Al Habib ala Syarh Al Khatib 2/178, dan definisi ini pula yang dipilih oleh Dr. Muhammad Imarah dalam Al Islam wa As Siyasah, h. 34.

Dari definisi ini dapat difahami bahwa politik hakikatnya memiliki tujuan mulia yaitu mensejahterakan dan menyelamatkan masyarakat bukan sekedar meraih suara sebanyak-banyaknya. Politik lebih mempertimbangkan kesejahteraan umat dengan usaha yang dilakukan pemimpin selaku pelayan dan pemegang amanah mereka.

Urgensi Politik Di dalam Islam

Banyak umat Islam dirugikan dengan sikap meninggalkan politik dengan dalih bahwa politik itu kotor tidak layak bagi peribadi muslim yang suci. Akhirnya kaum yang tidak berkompeten mengambil alih politik suatu negeri dan kita dapat melihat betapa kerugian menimpa umat ketika mereka menjadi pemimpin masyarakat.

Benar, tidak dipungkiri bahwa kondisi perpolitikan akhir-akhir ini sudah semakin jauh dari nilai agama. Namun perlu diperhatikan pula ketika agama tidak dibawa dalam perpolitikan maka politik itu akan semakin kotor. Karena itu system perpolitikan yang kotor harus dibersihkan dengan integritas agama. Idealnya agama menjadi dasar, politik menjadi kendaraan. Seseorang yang berpolitik hendaknya berpolitik dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama sebagai landasan perpolitikannya, memiliki akhlak mulia, kepribadian yang tinggi, berintegritas, dan politik dijadikan sebagai ladang dakwah untuk menyebarkan nilai-nilai Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin.

Haruskah Politik Dipisahkan Dari Islam?

Adapun hubungan antara politik dan Islam secara tepat digambarkan oleh Imam al-Ghazali: “Agama dan kekuasaan adalah dua saudara kembar. Agama adalah pondasi (asas) dan kekuasaan adalah penjaganya. Segala sesuatu yang tidak berpondasi niscaya akan runtuh dan segala sesuatu yang tidak berpenjaga niscaya akan hilang dan lenyap”.
Berbeda dengan pandangan Barat politik diartikan sebatas pengaturan kekuasaan, bahkan menjadikan kekuasaan sebagai tujuan dari politik. Akibatnya yang terjadi hanyalah kekacauan dan perebutan kekuasaan, bukan untuk mengurusi rakyat.

Memisahkan politik dengan agama sama salahnya dengan mempolitikkan agama atau mengagamakan politik walaupun yang terakhir adalah paling parah. Memisahkan politik dari agama mengakibatkan hawa nafsu merajalela. Kejahatan politik akan semakin menjadi-jadi. Mempolitikkan agama adalah mengambil nama agama untuk kepentingan politik sebagai siasat menarik simpati pemeluk agama hakikatnya demi kepentingan kelompok tertentu bukan demi kemaslahatan agama. Adapun mengagamakan politik bermaksud menjadikan politik sebagai kepentingan utama walau harus berlawanan dengan rambu dan etika agama.

Para Nabi Juga Ahli Politik

Rasulullah Saw. juga bersabda:

كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمُ الْأَنْبِيَاءُ، كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ، وَإِنَّهُ لَا نَبِيَّ بَعْدِي، وَسَتَكُونُ خُلَفَاءُ فَتَكْثُرُ

“Adalah Bani Israil, para Nabi selalu mengatur urusan mereka. Setiap seorang Nabi meninggal, diganti Nabi berikutnya. Dan sungguh tidak ada lagi Nabi selainku. Akan ada para Khalifah yang banyak”. (HR. Muslim dari Abu Hurairah Ra).

Hadis diatas dengan tegas menjelaskan bahwa para Nabi dahulunya adalah ahli politik. Adapun setelah Nabi tiada lagi maka Khalifahlah yang mengatur dan mengurus rakyatnya (kaum Muslim) hal ini juga ditegaskan dalam hadits Rasulullah:

“Imam adalah seorang penggembala dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas gembalaannya”. (HR. Al Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Umar Ra.). Jadi, esensi politik dalam pandangan Islam adalah pengaturan urusan-urusan rakyat yang didasarkan kepada hukum-hukum Islam.

Rasulullah Saw. jauh hari telah mengingatkan kita pentingnya kepemimpinan yang adil. Dalam hadis yang berisi tentang tujuh golongan kelak mendapatkan naungan Allah Swt. beliau menyebutkan golongan pertama adalah pemimpin yang adil. Sebab keberadaannya dapat memberikan maslahat sebanyak-banyaknya kepada umat. Karena itu tidak berlebihan ketika beliau Saw. menempatkan penyebutannya di urutan pertama. Kenyataannya banyak orang membicarakan keenam golongan lainnya dan tidak banyak membahas golongan yang pertama.

Wallahu A’lam

Comments

comments

Tentang Penulis

Dosen IAIN Langsa, Doktoral Fiqh Muqaran (Perbandingan Mazhab Fikih) di Universitas Al Azhar - Mesir, Mudir dan Ketua Yayasan Pesantren Dar Faqih Qurani - Aceh Timur, Dewan Fatwa Nasional Jami'ah Al Wasliyah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.