-Fikih Fikih Muamalat Konsultasi Syariah Bersama Ustadz

Menjadi Karyawan Karena Hasil Suap, Haruskah Resign?

menjadi karyawan hasil suap

menjadi karyawan hasil suap

Assalamu’alaikum ustadz. Saya ingin bertanya hukum menjadi karyawan karena hasil suap. Bagaimana solusi terbaik ketika ada orang yang mendapatkan pekerjaan dengan jalan memberikan suap kemudian ia ingin bertaubat. apa yg harus dilakukan? haruskah dia meninggalkan pekerjaan tersebut, sementara pekerjaan yang dimilikinya sekarang itu adalah pekerjaan yg baik bukan yg haram.

Surya di Karang Anyar

Jawaban:

Wa’alaikum Salam wr wb.

Suap atau disebut dalam bahasa Arab Ar Risywah adalah sesuatu yang diberikan kepada orang lain dengan tujuan untuk memudahkan dan melancarkan urusan bagi si pemberi sehingga membenarkan yang salah atau menyalahkan yang benar.

Tidak dipungkiri bahwa suap dalam hukumnya adalah haram. Rasulullah Saw dalam banyak hadits melarang kelakuan tidak terpuji ini. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh imam Ahmad, Abu Daud, At Tirmidzi, An Nasa-i dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah:

                                                            لعن رسول الله الراشي والمرتشي في الحكم.

Artinya: “Rasulullah Saw melaknat pemberi suap dan yang menerima suap dalam hukum”.

Demikian pula imam At Thabrani meriwayatkan dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah Saw bersabda:

                                                                        الراشي والمرتشي في النار.

Artinya: “Penyuap dan penerima suap akan berada di neraka”.

Namun suap tidak diharamkan menurut sebagian ulama atas si pemberi, hanya haram atas si penerima. Yaitu pada kasus seseorang yang memiliki hak, namun ia tidak mendapatkannya melainkan dengan menyuap orang lain yang menguruskan urusanya maka ia dibolehkan dalam pendapat sebagian ulama. (Lihat: Dr. Rafiq Yunus Al Mishri, Fiqh Al Muamalat Al Maliyah, (Beirut: Darul Qalam), h. 148-149).

Adapun gaji dari pekerjaan yang kita dapatkan dengan suap tidak bermasalah sebab gaji kita adalah upah dari usaha dan keringat yang kita keluarkan. Terlebih lagi kita benar-benar telah bekerja dengan sesungguhnya dan kita memang layak dalam pekerjaan tersebut.

Kecuali jika suap yang kita lakukan dalam mendapatkan pekerjaan tersebut berakibat menzalimi orang lain yang sesungguhnya lebih berhak atas pekerjaan tersebut. Maka jika seperti itu yang terjadi, seharusnya kita memohon maaf kepada orang yang kita zalimi jika hal tersebut memang memungkinkan.

Wallahu a’lam

Comments

comments

Tentang Penulis

Dosen IAIN Langsa, Doktoral Fiqh Muqaran (Perbandingan Mazhab Fikih) di Universitas Al Azhar - Mesir, Mudir dan Ketua Yayasan Pesantren Dar Faqih Qurani - Aceh Timur, Dewan Fatwa Nasional Jami'ah Al Wasliyah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.