Tak terasa purnama kian beranjak dan sekarang makin mengecil seperti sabit pertanda ia mulai beranjak pergi. Begitulah bulan Ramadhan yang kita cintai yang kita rindui sekarang mulai meninggalkan kita. Berakhir sudah sepuluh pertama dalam kerahmatan dan sepuluh kedua dalam MaghfirahNya. Apa yang telah kita manfaatkan dimasa-masa keemasan ini hanya diri kita sendiri yang tahu. Keikhlasan munajat, kemanisan qiyamullail, kekhusyukan dalam memaknai ayat-ayat sang Pencipta sungguh tidak didapatkan melainkan oleh orang-orang yang jujur dalam mujahadahnya.
10 akhir Ramadhan adalah masa puncak ibadah di bulan Ramadhan. Salah satu malamnya terdapat Lailatul Qadar, beribadah sekali di malam itu terhitung beribadah seribu bulan, sebanding dengan ibadah selama delapan puluh tiga tahun empat bulan. Boleh jadi kita sudah masuk ke dalam kubur namun kita masih dianggap sedang beribadah, kalau kita meninggalkan dunia dalam umur yang kurang dari bilangan tersebut.
Sepuluh akhir Ramadhan ibarat khatimah (penutup) kehidupan seseorang. Jika baik khatimahnya maka selamatlah ia, sebaliknya jika buruk maka sia-sialah seluruh amal dalam kehidupannya.
Ramadhan juga dapat diibaratkan seorang tamu yang mulia, saat yang paling berkesan adalah awal perjumpaan dan saat kita berpisah dengannya. Dan kalaulah Ramadhan diibaratkan masa pacuan maka sepuluh terakhir ibarat babak akhir, sang pemacu akan mengerahkan kemampuan terbaiknya untuk meraih kemenangan besar. Karena itu selayaknya mukmin yang cerdas memanfaatkan sepuluh akhir Ramadhan dengan sebaik-baiknya. Terutama dengan amalan-amalan yang dicontohkan Nabi Saw. Diantara sunnah beliau di sepuluh akhir Ramadhan ada tujuh perkara, yaitu:
1. Menghidupkan malam sepenuhnya dengan qiyamullail
Dalam hadis shahih yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah ra:
كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ، شَدَّ مِئْزَرَهُ، وَأَحْيَا لَيْلَهُ، وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ
“Adalah Rasulullah Saw jika tiba sepuluh akhir Ramadhan beliau ikat kainnya, beliau hidupkan malamnya, dan beliau membangunkan keluarganya”. (HR. Al Bukhari dan Muslim).
Bahkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim: “Rasulullah Saw sangat bermujahadah disepuluh malam akhir yang tidak pernah beliau kerjakan dimalam-malam lainnya”. Qiyamullail mencakup shalat, baca Al Quran dan berzikir.
2. Shalat Isya dan Shubuh dengan berjama’ah
Imam Malik meriwayatkan bahwa Sa’id bin Al Musayyib mengatakan:
مَنْ شَهِدَ اْلعِشَاءَ لَيْلَةَ اْلقَدْرِ فَقَدْ أَخَذَ بِحَظِّهِ مِنْهَا
“Barang siapa yang shalat Isya dengan berjamaah di malam Al Qadar maka dia telah mendapatkan bagian malam tersebut”. (Al Muwattha’, hadis no. 890).
Imam Syafi’I dalam Qaul Qadimnya mengatakan: barang siapa yang shalat Isya dan Shubuh dengan berjamaah di malam Al Qadar maka dia telah mendapatkannya. Hal ini sesuai dengan yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah Saw bersabda:
مَنْ صَلَّى الْعِشَاءَ الْآخِرَةَ فِي جَمَاعَةٍ فِي رَمَضَانَ فَقَدْ أَدْرَكَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ
“Barang siapa yang shalat Isya dengan berjamaah selama Ramadhan maka dia telah mendapatkan Lailatul Qadar “. (HR. Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya, hadis no. 2195).
3. Menjaga mata dari melihat yang diharamkan, dan mulut dari berkata-kata keji Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Ja’far secara Mursal, Rasulullah Saw bersabda:
مَنْ أَتَى عَلَيْهِ شَهْرُ رَمَضَانَ صَحِيحًا مُسْلِمًا، صَامَ نَهَارَهُ، وَصَلَّى وِرْدًا مِنْ لَيْلِهِ، وَغَضَّ بَصَرَهُ، وَحَفِظَ فَرْجَهُ وَلِسَانَهُ وَيَدَهُ، وَحَافَظَ عَلَى صَلَاتِهِ مَجْمُوعَةً، وَبَكَّرَ إِلَى جُمَعِهِ، فَقَدْ صَامَ الشَّهْرَ، وَاسْتَكْمَلَ الْأَجْرَ، وَأَدْرَكَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ، وَفَازَ بِجَائِزَةِ الرَّبِّ
“Barang siapa yang bertemu dengan bulan Ramadhan dalam kondisi sehat dan sebagai seorang muslim, kemudian dia berpuasa di siang harinya, shalat dimalam harinya, menjaga pandangannya, menjaga kemaluan, lidah dan tangannya, menjaga shalatnya selalu dalam berjamaah, cepat hadir dalam shalat Jumat, sungguh dia telah berpuasa sebulan penuh, telah sempurna pahalanya, dan dia telah mendapatkan Lailatul Qadar, dan telah mendapatkan hadiah yang agung dari Tuhannya”. (HR. Ibnu Abi Ad Dunya dalam Fadha-il Ramadhan).
4. Membangunkan keluarga untuk Shalat
Karena Rasulullah Saw membangunkan keluarganya untuk Qiyamullail pada sepuluh malam terakhir, dan hal ini tidak pernah beliau lakukan di malam-malam yang lain. Juga diriwayatkan dalam hadits Shahih bahwa: Rasulullah Saw mengetuk pintu rumah Fathimah dan Ali pada suatu malam lalu beliau berkata:
أَلاَ تَقُوْمَانِ فَتُصَلِّيَانِ؟
“Tidakkah kalian bangun untuk shalat?”. (Latha-if Al Ma’arif, h. 255-256).
5. Mandi di antara Maghrib dan Isya
Karena dengan mandi badan akan terasa segar, kuat untuk Qiyam, dan hilang bau yang tak sedap. Hudzaifah ra meriwayatkan bahwa: dia shalat bersama Nabi Saw pada suatu malam di bulan Ramadhan. Kemudian Rasulullah Saw mandi dan Hudzaifah menutupnya, setelah itu Hudzaifah mandi bergantian dengan air yang tersisa dan Rasulullah pula yang menutupnya. Bahkan Ibnu Jarir meriwayatkan, bahwa: para sahabat ra, mereka mandi di setiap malam 10 akhir Ramadhan. Salah seorang sahabat yang bernama Tamim Ad Dary diriwayatkan memiliki perhiasan yang harganya seribu Dirham, tidak beliau kenakan melainkan pada malam yang beliau sangka ia adalah malam Al Qadar. (Latha-if Al Ma’arif, h. 260).
Karena tidak sepantasnya seseorang bertemu dengan seorang raja melainkan dengan pakaian yang bersih dan indah, terlebih lagi dengan raja yang mengetahui segala perkara zahir dan batin, sudah tentu kita berhias dengan seindah-indahnya.
6. Beriktikaf
Dalam kitab Shahih Bukhari dan Muslim, ‘Aisyah ra meriwayatkan bahwa: “Rasulullah Saw terus beri’tikaf di sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan hingga wafatnya”. (HR. Al Bukhari dan Muslim). Dan dalam Shahih Al Bukhari bahwa di tahun terakhir hidup Rasulullah Saw beliau beri’tikaf selama dua puluh hari.
Dan Rasulullah Saw menjadikan tikar anyamannya sebagai tempat duduk beliau bersendirian, tidak bergaul dengan manusia. Karena itu Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan: sebaiknya orang yang beriktikaf itu tidak berkumpul dengan orang-orang, walaupun hanya untuk mengajarkan ilmu dan membacakan Al Quran, akan tetapi hendaknya dia berkhulwah dan menyibukkan diri dengan zikir dan berdoa.
Iktikaf ini dilakukan di Mesjid agar tidak tertinggal shalat jamaah dan shalat Jumat. Karena berkhulwah tanpa shalat berjamaah dan shalat jumat dilarang oleh syariat. Ibnu Abbas pernah ditanyakan tentang seorang yang selalu berpuasa di siang harinya dan qiyam di malamnya tapi tidak hadir shalat berjamaah dan tidak hadir dalam shalat Jumat, lalu beliau mengatakan bahwa orang tersebut kelak masuk ke dalam neraka. (Latha-if Al Ma’arif, h. 261).
Ibnu Rajab Al Hanbali mendefinisikan Iktikaf adalah: memutuskan hubungan dengan makhluk untuk berhubungan dengan Khalik. Semakin kuatnya ma’rifah, kecintaan, dan kerinduan dengan Allah maka semakin kuat pula hubungannya dengan Allah dan semakin jauh hubungannya dengan makhluk. (Ibid., h. 262).
7. Memperbanyak do’a
Diantara doa yang sangat dianjurkan oleh Nabi Saw adalah doa yang diriwayatkan oleh sayyidah Aisyah ra:
اللَّهُـمَّ إِنَّـكَ عَفُــوٌّ تُحِبُّ اْلعَفْــوَ فَـاعْـفُ عَــنِّي رواه الترمذي وقال حديث حسن صحيح
Doa ini sangat dianjurkan bagi siapa yang merasa dia berjumpa dengan Lailatul Qadar. Dianjurkan juga banyak membaca Al Quran. Imam Syafi’i mengatakan: hendaknya seseorang bermujahadah di siang harinya seperti mujahadahnya di malam hari.
Marilah sama-sama kita tingkatkan kualitas dan kuantitas ibadah kita. Ramadhan yang kita jumpai belum tentu akan kembali lagi. Mulailah dari sekarang jangan kita tangguh-tangguhkan. Semuanya akan dipermudah oleh Allah. Orang yang bahagia akan dipermudahkan Allah untuk berbuat amal shaleh. Semoga kita termasuk ke dalamnya. Wallahul Muwaffiq.