Home / Fiqih Ibadah / Hukum Shalat Dhuha dan Tahajjud Berjamaah: Boleh atau Tidak?

Hukum Shalat Dhuha dan Tahajjud Berjamaah: Boleh atau Tidak?

Assalamu’aikum Ustadz kami…

Saya ingin bertanya tentang kegiatan shalat Dhuha berjamaah seperti diterapkan di sebagian SDIT sekitar kota Langsa begitu pula shalat Tahajjud berjamaah seperti yang pernah dilakukan dalam beberapa kegiatan Mabit. Apakah ada landasannya? Jangan sampai ada yang mengatakan bahwa kita melakukan amalan yang sia-sia atau bid’ah.

Terimakasih

Wassalam

Jamaah KGR (Komunitas Generasi Rabbani)

Menghadiahkan Bacaan Alquran untuk Orang Meninggal, Tahlilan, dan Kenduri : Ibadah Syar’i atau Bid’ah?

Jawaban:

Wa’alaikum Salam Wr Wb.

Dalam kajian fikih, shalat sunnat terbagi kepada dua; ada yang disunnahkan dilakukan secara berjamaah seperti shalat hari raya Idul Fitri dan Idul Adha, shalat gerhana matahari dan gerhana bulan, shalat Istisqa (meminta hujan) dan ada pula shalat sunnat yang dianjurkan dilakukan dengan sendiri-sendiri seperti shalat Dhuha, Tahajjud, Rawatib, dan lainnya.

Jika kita melihat kembali ke literatur para imam mazhab terutama dalam mazhab imam as Syafi’I seperti kitab Syarah Al Mahalli (nama aslinya: Kanzur Raghibin) dalam cetakannya bersama Qalyubi wa Umairah di jil. 1, hal. 240 (cet. Dar Al Kutub Al Ilmiyah – Beirut) kita akan mendapatkan nasnya begini:

(صَلَاةُ النَّفْلِ) وَهُوَ مَا عَدَا الْفَرَائِضَ (قِسْمَانِ: قِسْمٌ لَا يُسَنُّ جَمَاعَةً) ، أَيْ لَا تُسَنُّ فِيهِ الْجَمَاعَةُ، فَلَوْ صَلَّى جَمَاعَةً لَمْ يُكْرَهْ، قَالَهُ فِي الرَّوْضَةِ فِي صَلَاةِ الْجَمَاعَةِ.

Wanita Shalat Dengan Mukena Tipis

“Shalat sunnat adalah semua shalat selain yang diwajibkan oleh Allah Swt. Dan ia terbagi kepada dua: yaitu yang tidak dianjurkan berjamaah … , namun sekiranya shalat Sunnah yang dianjurkan tidak berjamaah dilakukan secara berjamaah juga tidak dimakruhkan. Demikian dikatakan oleh imam An Nawawi dalam kitab Raudhatut Thalibin tentang shalat berjamaah”.

Al Khatib As Syarbaini dalam Mughni Al Muhtaj jil. 1, hal. 220 (Cet. Al Halabi – Kairo) mengatakan:

فَإِنَّ السُّنَّةَ أَنْ لَا يَكُونَ فِي جَمَاعَةٍ وَإِنْ جَازَ بِالْجَمَاعَةِ بِلَا كَرَاهَةٍ «لِاقْتِدَاءِ ابْنِ عَبَّاسٍ بِالنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي بَيْتِ خَالَتِهِ مَيْمُونَةَ فِي التَّهَجُّدِ» مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

“Sesungguhnya yang Sunnah adalah dilakukan dengan tidak berjamaah, walaupun boleh dilakukan secara berjamaah tanpa ada kemakruhan, sebab Abdullah bin Abbas pernah bermakmum kepada Nabi Saw di rumah bibi beliau Maimunah (yang merupakan isteri Rasulullah Saw) dalam shalat tahajjud HR. Al Bukhari dan Muslim”.

Dari kedua nas tersebut dapat difahami bahwa shalat sunnat yang dianjurkan untuk dilaksanakan sendiri-sendiri seperti tahajjud, dhuha, rawatib dan lainnya boleh dilakukan secara berjamaah tanpa ada kemakruhan. Dan dari nas Mughni Al Muhtaj dapat kita fahami bahwa kebolehan shalat tersebut dilakukan secara berjamaah adalah berdasarkan dalil hadis yang shahih bahwa Ibnu Abbas Ra pernah berjamaah dengan Rasulullah Saw pada shalat tahajjud. Jika boleh pada shalat tahajjud maka demikian pula boleh pada shalat dhuha. Sebab keduanya adalah shalat Sunnah yang dianjurkan pada dasarnya untuk dilakukan secara sendiri-sendiri.

Kajian Hukum I’adah (Mengulang) Shalat Zhuhur Setelah Jumat: Tinjauan Dalil dan Praktik

Bahkan adakalanya dilaksanakan secara berjamaah lebih baik jika bertujuan untuk menanamkan pendidikan shalat dhuha dan tahajjud kepada anak-anak didik dengan serentak, disiplin, dan menjadi kegiatan rutin setiap harinya.

Wallahu A’lam