Hikmah

Mencela Ulama: Salah Satu Musibah Terbesar Yang Mengancam Kaum Muslimin Saat Ini

mencela ulama

Di antara bencana yang terjadi di dunia Islam saat ini adalah fitnah celaan terhadap para ulama. Ketika seorang alim memberikan sebuah statemen hasil ijtihadnya tidak sedikit kaum awam berani mencelanya hanya sebab logika yang tidak dapat menerima. Lalu mengalirlah berbagai celaan ulama sultan, ulama suu’, ulama dunia dan cacian lainnya.

Perilaku ini sebenarnya kembali mencerminkan kurangnya kesabaran dan ketelitian dalam memahami pendapat para ulama, adapula disebabkan kurangnya akhlak dalam tuturkata, bahkan bisa jadi dampak dari kelemahan akidah terhadap iman dengan qadha dan qadar bahwa apa yang terjadi tidak lepas dari keputusan dan ketentuan Allah Swt dari sebelum diciptakan langit dan bumi. Sehingga tidak perlu dipertanyakan lagi ke mana hilangnya kamus ukhuwah Islamiyah terlebih lagi akhlak terhadap para ulama.

Allah Swt memerintahkan para hambaNya untuk berakhlak mulia kepada seluruh manusia tanpa terkecuali: “Dan katakanlah kepada manusia yang baik-baik” (QS. Al Baqarah: 83). Ali bin Abi Thalib mengatakan: perintah tersebut adalah bagi seluruh manusia. Atha juga mengatakan: bagi seluruh manusia baik yang musyrik maupun tidak” (tafsir At Thabari: 2/296).

Hebatnya lagi Ibnu Abbas Ra mengatakan: “Sekiranya firaun mengatakan: Baarakallaahu Fiik, maka aku akan menjawab: Wa Fiik” (shahih Al Adab Al Mufrad no. 848).

Yang Diuntungkan Dan Yang Dirugikan

Sekiranya umat memahami apa manfaat dari perilaku ini, jelas musibah ini hanya membawa bencana yang tidak ada nilai positifnya sedikitpun bagi umat Islam sendiri. Musibah ini menjadikan umat tidak percaya dengan ulama, meremehkan kewibawaan orang alim, fatwa dan perkataan mereka tidak diacuhkan lagi. Sehingga berakibatlah merasa diri layak untuk berfatwa pada setiap masalah yang dihadapinya tanpa menoleh sedikitpun pandangan ulama. Sangat jelas yang diuntungkan dengan musibah ini adalah pihak yang memusuhi Islam. Mereka terbahak-bahak seraya bertepuk tangan menyaksikan tontonan yang sangat menghibur.

Selanjutnya di akhirat orang yang paling diuntungkan adalah mereka para ulama yang dicela di dunia. Sungguh saya terkagum dengan salah seorang jurnalis yang berani mengatakan: sungguh beruntung ulama yang satu ini. Cukuplah kesabarannya dalam menanggung cercaan dan makian menjadikannya calon penghuni surga.

Bahaya Mencela Ahli Ilmu

Dalam mazhab imam As Syafi’I disebutkan bahwa mencela ahli ilmu dan ahli Al Quran termasuk perkara dosa besar, jika tidak maka termasuk perkara dosa kecil. (Mughni Al Muhtaj: 4/570).
Ibnu Abbas Ra mengatakan: “Siapa mencela seorang faqih sungguh ia telah mencela Rasulullah Saw, dan barang siapa mencela Rasulullah Saw sungguh ia telah mencela Allah Swt”. (At Targhib Fi Fadha-il Al A’mal Libni Syahin hadits no. 284).

Al Hafizh Ibnu Asakir (w. 571 H) dalam Tabyin Kadzbi Al Muftari hal. 29 mengatakan: “Katahuilah wahai saudaraku –semoga Allah memberikan taufiq meraih ridhaNya sehingga menjadi orang yang takut dan bertaqwa kepadaNya dengan sebenar-benar taqwa – : Sesungguhnya daging para ulama itu beracun. Dan kebiasaan Allah terhadap orang-orang yang mencela mereka telah diketahui”.
Mengapa umat Islam cukup dengan seorang Rasul? Berbeda dengan umat Bani Israil setiap wafatnya seorang nabi segera digantikan Nabi oleh Allah Swt? Karena Rasulullah Saw memiliki pewaris para ulama. Mereka datang silih berganti mewariskan ilmu kepada generasi selanjutnya. Sehingga ketika tiba suatu masa tidak ada lagi ulama lalu hiduplah manusia dalam kegelapan ilmu maka di saat itu kiamat pun terjadi.

Peribadi Mukmin

Seorang mukmin selayaknya adalah layaknya lebah, hinggap di tempat yang bersih wangi dan bermanfaat, keberadaannya tidak mengancam atau mematahkan ranting bunga, yang ia ambil sari bunga yang terbaik, sehingga yang keluar darinya yang baik-baik pula. Bahkan membawa syifa’ bagi manusia. (Hilyatul Auliya’: 4/27).

Demikian pula peribadi mukmin, pandai memilih komunitas, mengambil yang terbaik dari komunitas tersebut, keberadaannya tidak menjadikan komunitas tersebut memburuk sebaliknya justeru semakin baik. Tutur katanya membawa syifa’ bagi mukmin lainnya.

Islam adalah agama yang mengajarkan kebersihan. Kebersihan telinga dari mendengarkan perkataan yang tercela akan membawa kepada lisan masyarakat yang bersih dari mengatakan dan menyebarkan perkataan tercela tersebut. Kita mendapatkan seorang anak kecil berkata dengan perkataan yang buruk, padahal tidak pernah diajarkan oleh orang tuanya. Lalu kita akan bertanya: dari mana kamu dapatkan perkataan tersebut? Jawabannya tidak lain bahwa ia dapatkan dari temannya dilingkungannya. Benar… manusia berbicara tentang apa yang ia dengar.

Gagal Faham Ayat

Diantara dalil terkuat yang digunakan oleh mereka yang suka mencela ulama ketika menganggap ulama tersebut salah atau bahkan zalim adalah firman Allah Swt: “Allah tidak menyukai ucapan buruk (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS. An Nisa’: 148).

Bagaimana para sahabat dan ulama dalam menafsirkan ayat ini? Abdullah bin Abbas Ra mengatakan: “Allah tidak menyukai seseorang mendoakan keburukan kepada orang lain kecuali dalam kondisi terzalimi, baginya Allah memberi rukhsah (keringanan) untuk mendoakan keburukan ke atas yang menzaliminya. Namun sekiranya ia bersabar itu jauh lebih baik”. (Tafsir Ibnu Katsir: 2/442).

Al Hasan Al Basri mengatakan pula: jangan ia doakan keburukan kepadanya, namun katakanlah: Ya Allah bantulah aku ke atasnya, dan kembalikan hakku darinya. Dalam riwayat yang lain dari beliau: diringankan bagi orang yang terzhalimi mendoakan keburukan bagi orang yang menzhaliminya tanpa menyerangnya. (Ibnu Katsir: 2/443).

Karena itu Allah Swt berfirman di ayat selanjutnya: “Jika kamu melahirkan sesuatu kebaikan atau menyembunyikannya atau memaafkan kesalahan (orang lain), maka sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Kuasa”. (QS. An Nisa’: 149).

Al Quran dan Al Hadits melarang kita berbicara yang tidak baik kecuali jika terzalimi, walau begitu Allah Swt memberikan panduan yang lebih baik yaitu memaafkannya dan mendoakan kebaikan kepadanya. Adapun membalas kezaliman orang lain dengan perkataan yang buruk dan keji tidak seorang pun di kalangan ahli tafsir yang membolehkannya. Dan kenyataannya Rasulullah Saw dikenal sebagai manusia yang tidak suka berkata keji dan buruk. Sunnah beliau Saw juga mengajarkan: “Seorang mukmin tidak suka mencerca, melaknat, berkata buruk dan jorok”. (HR. At Tirmidzi dari Abdullah bin Mas’ud Ra).

Tidak Perlu Takut Dalam Husnuzhan

Setiap mukmin seharusnya menimbang perkataan saudaranya dengan positif. Jakfar bin Muhammad mengatakan: carilah 70 alasan terhadap saudaramu. Jika ketujuh puluh alasan tersebut tidak kita dapatkan, selayaknya engkau katakan: mungkin ia memiliki alasan lain yang tidak ku ketahui. (Syu’abul Iman: 10/559). Sungguh tersalah dalam husnuzhan jauh lebih baik dari pada kita tersalah dalam suuzhan.

Ulama adalah mereka yang mengajarkan kebaikan dan juga mengamalkannya. Allah Swt, para malaikat, penghuni langit dan bumi, bahkan semut-semut di sarangnya dan ikan-ikan pun beristighfar bagi setiap pengajar kebaikan kepada manusia. (HR. At Tirmidzi). Mereka penerus perjuangan Nabi Saw dalam menyebarkan ilmu. Kehormatan para ulama jauh di atas orang-orang mukmin lainnya. Jika kita harus berbaik sangka kepada orang beriman tentu kepada ulama lebih utama.

Pemimpin Masuk Surga Pengikut Masuk Neraka

Sebagian manusia mereka tidak tahu hakikat yang terjadi, mereka hanya mendengarkan pimpinan kelompok mereka lalu diterima sepenuhnya. Terkadang fanatik membutakan neraca kebenaran dan cahaya panduan Rasulullah Saw. Allah Swt menyebutkan penyesalan penghuni neraka: “Dan mereka berkata: Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah mentaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar)”. (QS. Al Ahzab: 67).

Dalam Majma’ Adz Zawa-id 7/233 Al Haitsami meriwayatkan dari Jundub Ra bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Apa pendapat kalian dengan kaum yang pemimpin mereka masuk surga namun pengikutnya masuk ke dalam neraka?”. Sahabat berkata: Wahai Rasulullah walaupun mereka melakukan perbuatan yang serupa? Rasulullah Saw menjawab: “(Benar) walaupun mereka melakukan perbuatan yang serupa”. Para sahabat bertanya: Bagaimana hal tersebut dapat terjadi? Rasulullah Saw menjawab: “Pemimpin mereka masuk surge dengan amalan terdahulu yang mereka lakukan, sedangkan pengikutnya masuk ke neraka dengan perbuatan yang mereka lakukan”.

Seorang mukmin harus cerdas dalam bersikap dan dalam memilih panutan. Jadikanlah Al Quran dan Al Hadits sebagai neraca setelah itu pilihlah panutan dan tauladan yang ia dukai.

Perbedaan Pendapat Tidak Harus Saling Mencela

Perbedaan pendapat telah ada dari awal datangnya Islam dari masa sahabat Ra bahkan dari masih adanya Rasulullah Saw. Tidak ada yang memungkiri perbedaan dan tidak ada yang mencela atau mencerca satu sama lainnya, bahkan mereka saling menghargai. Imam As Syafi’I pernah berdebat dengan Sufyan Ats Tsauri tentang kulit bangkai bolehkah disucikan dengan Dibagh atau tidak? Sebelum berdebat Imam As Syafi’I berpendapat bahwa kulit bangkai tidak dapat didibagh sedangkan Imam Sufyan Ats Tsauri bependapat boleh, namun setelah berdebat Imam As Syafi’I beralih ke pendapat Imam Ats Tsauri dan Imam Ats Tsauri juga beralih kepada pendapat Imam As Syafi’i. (Syarh Al Yaqut An Nafis hal.63).

Perbedaan pendapat tidak membawa kepada pencelaan kecuali ada ta’ashub di dalamnya. Maka pendapat ulama manapun yang kita ambil tidak seharusnya menjadikan kita mencela pendapat ulama yang berbeda dengan pilihan kita. Kita harus tetap saling menghargai atau sekurang-kurangnya kita tidak mencela mereka.

Akhlak Salaf Terhadap Ulama

Suatu hari Ibnu Mas’ud Ra melihat seorang pemuda yang pakaiannya menjulur ke tanah lalu beliau berkata: Tinggikan pakaiannu wahai anak muda. Sang anak muda juga berkata: Begitu pula pakaianmu wahai Ibnu Mas’ud angkat pakaianmu. Ibnu Mas’ud menjawab: Sesungguhnya di betisku ada cacat dan aku sering menjadi imam shalat. Lalu berita ini terdengar oleh Umar bin Al Khattab Ra. Beliau memerintahkan agar pemuda tersebut dicambuk dan beliau berkata: Apakah kamu membantah perkataan Ibnu Mas’ud? (Siyar A’lam An Nubala’: 3/301).

Abu Darda’ Ra mengatakan: Tuntutlah ilmu, jika kamu tidak mampu maka cintailah ahli ilmu, jika kalian tidak mencintai mereka maka jangan jadikan mereka marah. (Shifat As Shafwah: 1/298).

Abdullah bin Al Mubarak pernah ditanyakan sebuah masalah di hadapan beliau Sufyan bin bin Uyainah, beliau berkata: Sesungguhnya kami dilarang berbicara di hadapan senior kami. (Siyar A’lam An Nubala’: 7/392).

Isa bin Yunus mengaakan: aku mendengar Al A’masy mengatakan: Dahulu Anas bin Malik Ra berlalu di hadapanku di waktu pagi dan petang lalu aku katakana kepadanya: Aku tidak akan mendengarkan satu hadits pun darimu. Engkau telah menjadi khadam Rasulullah Saw dan sekarang engkau mondar-mandir ke Al Hajjaj sehingga ia menjadikan engkau sebagai salah satu pejabatnya. Kemudian Al A’masy mengatakan: Lalu aku sangat menyesal sehingga aku terpaksa harus meriwayatkan hadits Anas dari orang lain. (Hilyat Al Auliya’: 5/52).

Wahai saudaraku… Dari berbagai riwayat tersebut jika kita memahaminya niscaya lisan kita tidak akan lancang terhadap para ulama. Sungguh ahli ilmu saling berkasih sayang terhadap sesama mereka. Jika anda melihat orang mendengungkan Islam, Islam, Islam. Namun lisannya tidak menghormati ulama atau bahkan mencela mereka ketahuilah sesungguhnya merekalah musuh Islam dalam selimut. Ada dua kemungkinan yang terjadi pada mereka: hati mereka mati sebab mencela ulama atau dengan mencela ulama hati mereka perlahan akan mati. Namun kita tetap berharap seraya berdoa mudah-mudahan Allah Swt memberikan hidayah bagi mereka. Allaahumma Aamiiin….

Comments

comments

Tentang Penulis

Dosen IAIN Langsa, Doktoral Fiqh Muqaran (Perbandingan Mazhab Fikih) di Universitas Al Azhar - Mesir, Mudir dan Ketua Yayasan Pesantren Dar Faqih Qurani - Aceh Timur, Dewan Fatwa Nasional Jami'ah Al Wasliyah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.