Hikmah

Mengenal Ibnu Al Qasim, Sang Pencinta Ilmu Sejati

ibn al-Qasim al-'Utaqi

Anda merasa galau sebab jauh dari keluarga dalam menuntut ilmu, belajarlah dari Ibnu al Qasim!

Sebagai seorang penuntut ilmu yang telah berkeluarga, hal yang benar-benar sulit adalah ketika menuntut ilmu di luar negeri dan harus berpisah dengan orang-orang yang dicintai; keluarga, orang tua, anak – isteri, dan sahabat.

Perasaan ini dapat menimpa siapa saja tidak terkecuali penulis. Hal ini pernah saya adukan kepada salah seorang Syeikhku. Lalu dengan singkat namun sangat mendalam beliau berkata:
“Wahai saudaraku… Berapa tahun akan engkau tinggalkan keluargamu? Adakah sampai 17 tahun seperti Ibnu Al Qasim? Bertawakkallah kamu kepada Allah Swt. Mintalah Allah menjaga keluargamu. Sungguh Allah Swt lebih paham dan lebih hebat dalam menjaga keluargamu daripada dirimu. Berkonsentrasilah dalam menuntut ilmu. Jangan sia-siakan waktumu”.

Dalam perjalanan pulang sambil terus mengingat pesan beliau, nama Ibnu Al Qasim terus berputar-putar dalam benakku. Benar saya tahu beliau salah seorang sahabat Imam Malik bin Anas Ra, namun bagaimana kisah perjalanan beliau menuntut ilmu?

Seketika tiba di rumah saya langsung membuka kitab Shafahat min Shabri Al Ulama karya Syeikh Abdul Fattah Abu Ghuddah yang merupakan salah satu sumber motivasi saya, setelah membuka fihris (catatan kaki), di halaman 116 saya dapatkan kisab Ibnu Al Qasim yang luar biasa.

Berikut penuturan Ibnu Al Qasim dari kitab tersebut:

“Saya menetap di depan pintu rumah Imam Malik selama 17 tahun. Selama itu saya tidak pernah melakukan aktifitas jual-beli sama sekali.

Suatu hari ketika aku sedang bersama Imam Malik tiba-tiba kami kedatangan seorang tamu yang baru pulang haji berasal dari Mesir. Ternyata ia adalah seorang anak muda yang menutup wajahnya. Ia mengucapkan salam kepada Imam Malik lalu bertanya: “Siapa diantara kalian yang bernama Ibnu Al Qasim?”.

Orang-orang menunjuk ke arahku. Lalu pemuda tersebut mendatangiku dan mencium keningku. Aku mencium aroma wangi darinya seperti aroma anak kecil, kemudian aku tahu ternyata ia adalah anak kandungku”.

Ibnu Al Qasim meninggalkan isterinya yang merupakan anak pamannya dalam kondisi hamil. Sebelum berangkat ia telah memberikan pilihan kepada isterinya untuk memilih (diceraikan atau sabar menunggu) karena ia telah berazam untuk menetap lama bersama Imam Malik. Dan sang isteri memilih untuk tetap menjadi isterinya dan sabar menunggu kepulangannya.

Lalu Abdurrahman bin Al Qasim menjadi perawi mazhab Imam Malik yang paling kuat dan terpercaya terutama dalam periwayatan kitab Al Muwattha’ karya Imam Malik bin Anas. Radhiyallahu anhum wa an a-immatil muslimin ajma’in.

((Ibnu Al Qasim bernama Abu Abdillah Abdurrahman bin Al Qasim bin Khalid bin Junadah Al ‘Utaqi. Lahir 132 H dan wafat 191 H. Belajar kepada Imam Malik Ra selama 20 tahun. Kitab Al Mudawwanah dalam mazhab Imam Malik merupakan kumpulan pertanyaan Ibnu Al Qasim kepada Imam Malik lalu disusun rapi oleh Imam Suhnun yang wafat tahun 240 H).

Wahai penuntut ilmu teruslah maju. Gigihlah dalam menuntut. Jangan mundur dan menoleh ke belakang. Orang yang banyak menoleh tidak akan sampai. Orang yang ragu-ragu tidak layak untuk maju…

Andalucia, Matarea-Cairo 15.4.2016
Awwaluz Zikri Abu Muadz

Comments

comments

Tentang Penulis

Dosen IAIN Langsa, Doktoral Fiqh Muqaran (Perbandingan Mazhab Fikih) di Universitas Al Azhar - Mesir, Mudir dan Ketua Yayasan Pesantren Dar Faqih Qurani - Aceh Timur, Dewan Fatwa Nasional Jami'ah Al Wasliyah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.