-Fikih Fikih Ibadah Konsultasi Syariah Bersama Ustadz

Bolehkah Shalat Tarawih Empat-Empat Rakaat Dengan Sekali Salam

Assalamu’alaikum Ustadz.

Afwan Ustad, ana dedek alumni MUQ.

Gini ustad, ana kuliah di Padang, dan Masyarakat Padang Biasanya Shalat Tarawih 4 Rakaat Sekali Salam, Sedangkan Kebanyakan Masyarakat Aceh Khusus nya di Kampung ana Kalau Shalat Tarawih 2 Rakaat Sekali Salam…

Ana Bimbang Ustad, Apakah Boleh Kita Shalat Tarawehnya 4 rakaat sekali Salam, Soalnya ada yang Bilang Menurut Mazhab Syafi’i tdak di Perbolehkan, Sedangkan ada juga yg bilang Boleh,itu berdasarkan Hadist yang di riwayatkan Oleh Aisyah ra yang Menyatakan Beliau Pernah Melihat Rasulullah Shalat Sunah 4 Rakaat sekali salam…

Mohon Penjelasannya Ustdz

Dedek

Jawaban:

Wa’alaikum Salam Wr Wb

Baik Dedek…. Berikut kajiannya…

Shalat Terawih adalah shalat sunnat yang dianjurkan di malam Ramadhan. Dinamakan terawih sebab para sahabat beristirahat dalam pelaksanaannya di setiap selesai empat rakaat karena begitu panjangnya qiyam (berdiri) mereka dalam membaca ayat dengan hudhur dan khusyuk. Bukan seperti yang dilakukan sebahagian besar di masa kita dengan meringankannya dan berbangga dengannya. (I’anatu At Thalibin, jilid 1 hal. 684).

Dasar anjuran terawih adalah hadis riwayat Al Bukhari dan Muslim: bahwa Rasulullah Saw keluar dari rumah di malam hari pada malam Ramadhan lalu melaksanakan shalat di masjid dan para sahabatpun ikut beliau, lalu jumlah mereka semakin banyak sehingga Rasulullah Saw tidak keluar di malam keempat. Keesokan paginya beliau bersabda:

خَشِيْتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ صَلَاةُ اللَّيْلِ فَتَعْجِزُوْا عَنْهَا

“Aku takut akan diwajibkan ke atas kalian shalat malam, lalu kalian tidak melaksanakannya”. (HR. Al Bukhari dan Muslim).

Tidak dipungkiri bahwa terawih yang terbaik dilaksanakan dengan dua rakaat-dua rakaat, sebab shalat malam dilaksanakan dua-dua rakaat.

صَلاَةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى

“Shalat malam itu dua-dua rakaat”. (HR. Al Bukhari dan Muslim)

Dan bahwa jumlah rakaat terawih berdasarkan pendapat yang kuat dalam empat mazhab ahlus Sunnah (Hanafi, Maliki, Syafi’I dan Hanbali) adalah 20 rakaat. Hal ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh imam Malik dan imam Al Baihaqi dari Saib bin Yazid bahwa Umar mengumpulkan kaum muslimin pada tahun kedua ia menjadi khalifah yaitu pada bulan Ramadhan tahun 14 hijriah untuk melaksanakan Terawih sebanyak 20 rakaat dan terus berkelanjutan tanpa ada siapapun yang memungkirinya maka perkara seperti ini dapat dianggap ijmak sahabat dan tabi’in pada masa Umar bin Al Khattab Ra.

Bolehkah melaksanakan terawih empat rakaat sekali salam?

Jumhur Syafi’iyyah tidak membolehkan Terawih empat-empat rakaat, sebab kita diperintahkan untuk ittiba’ (mengikut) dalil yang ada, dan yang terdapat dalil adalah dua rakaat-dua rakaat. (Al Hadiyyat Al Mardhiyyah bi Syarhi wa Adillat Al Muqaddimat Al Hadhramiyyah, hal.274)

Namun ada sebuah kajian menarik yang terdapat dalam kitab Umdatu Al Mufti wa Al Mustafti jilid 1 hal. 169 – 170 sang pengarang Syeikh Jamaluddin Al Ahdal mengatakan: Al Qadhi Husein melarang shalat terawih empat rakaat sekali salam. Begitu pula yang diriwayatkan dalam kitab Al Mathlab Al ‘Ali karya Ibnu Ar Rif’at. Hal ini karena shalat adalah itba’ (mengikut) bukan mengada-adakan yang baru tanpa alasan dan dalil. Imam An Nawawi mengatakan: Terawih mirip dengan shalat Fardhu sebab dilaksanakan secara berjamaah, karena itu tidak layak untuk diubah melainkan berdasarkan dalil.

Namun Al Qadhi Abu At Thayyib membolehkan terawih empat rakaat sekali salam, bahkan Al Mazjad menguatkan pendapat ini sebab Imam An Nawawi menganggap sah menggabungkan empat rakaat sunat Zhuhur dengan sekali salam baik dengan satu tasyahhud maupun dengan dua tasyahhud.

Tarjih Imam Jamaluddin Al Ahdal:

Sebahagian besar ulama Mutaakhirin dalam mazhab Imam As Syafi’I memilih pendapat Al Qadhi Husein. Namun selayaknya menurut imam Al Ahdal yang kuat adalah pendapat Al Qadhi Abu At Thayyib dan Al Mazjad. Hal ini berdasarkan beberapa dalil:

  1. Perkataan Ibnu Ar Rif’at bahwa shalat adalah ittiba’ tidak boleh melaksanakan melainkan berdasarkan dalil, terbantahkan dengan sahnya shalat witir secara bersambung (tiga rakaat sekali salam), sebagaimana hal ini difahami dari fatwa imam An Nawawi yang membolehkan empat rakaat shalat sunat Zhuhur dengan sekali salam baik dengan satu tasyahhud maupun dengan dua tasyahhud.
  2. Perkataan imam An Nawawi sebelumnya bahwa: Terawih mirip dengan shalat Fardhu sebab dilaksanakan secara berjamaah, karena itu tidak layak untuk diubah melainkan berdasarkan dalil: terbantahkan pula dengan sahnya menyambung witir tiga rakaat sekali salam baik dengan satu kali tasyahhud maupun dengan dua tasyahhud. Witir juga dituntut untuk dilaksanakan secara berjamaah di bulan Ramadhan sama seperti shalat Terawih, maka sebagaimana witir boleh demikian pula seharusnya pada terawih. Terlebih lagi terkait witir terdapat dalil larangan menyerupakan pelaksanaannnya dengan shalat maghrib yaitu dengan melaksanaan witir tiga rakaat sekali salam. Dalil larangan ini diriwayatkan oleh imam Ad Darqutni dan Muhammad bin Nashar secara Marfu’ (langsung kepada Nabi Saw) sebagaimana yang dikatakan oleh imam Zainul Huffazh Al Iraqi walau demikian tidak ada seorangpun dari ulama Syafi’iyah yang membatalkan witir tersebut.

(Umdatul Al Mufti wa Al Mustafti jilid 1 hal. 169 – 170).

Maka berdasarkan hujjah Imam Al Ahdal boleh melaksanakan terawih empat rakaat dengan sekali salam. Walaupun yang terbaik adalah melaksanakannya dua rakaat-dua rakaat berdasarkan dalil hadis riwayat Al Bukhari dan Muslim di atas dan itulah pendapat mayoritas Syafi’iyah. Wallahu A’lam

Rujukan Utama:

–          I’anatu At Thalibin ‘Ala Halli Al Fazh Fathi Al Mu’in,karya Imam Abu Bakar bin Muhammad Syatha Ad Dimyathi Al Masyhur bi As Sayyid Al Bakri (987 H), cet. Dar As Salam – Kairo, 1434 H – 2013 M.

–          Umdatu Al Mufti wa Al Mustafti, karya Imam Jamaluddin Muhammad bin Abdurrahman bin Hasan bin Abdul Bari Al Ahdal (1352 H), cet. Dar Al Minhaj – Jeddah, 1429 H – 2008 M

Comments

comments

Tentang Penulis

Dosen IAIN Langsa, Doktoral Fiqh Muqaran (Perbandingan Mazhab Fikih) di Universitas Al Azhar - Mesir, Mudir dan Ketua Yayasan Pesantren Dar Faqih Qurani - Aceh Timur, Dewan Fatwa Nasional Jami'ah Al Wasliyah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.